Pendidikan Bagi Anak Tunalaras

PENDIDIKAN BAGI ANAK TUNALARAS

A. PENGANTAR
Dalam sistem pendidikan nasional diadakan pengaturan pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental.
Peserta didik yang menyandang kelainan demikian juga memperoleh pendidikan yang layak, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang dalam hal ini menyatakan dengan singkat dan jelas bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran” yang ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus” Hak masing-masing warga negara untuk memperoleh pendidikan dapat diartikan sebagai hak untuk memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan tamatan pendidikan dasar. Tentu saja kelainan yang disandang oleh peserta didik yang bersangkutan menuntut penyelenggaraan pendidikan sekolah yang lain dari pada penyelenggaraan pendidikan sekolah biasa. Oleh sebab itu, jenis pendidikan yang diadakan bagi peserta didik yang berkelianan disebut Pendidikan Luar Biasa.
Saat ini satu unit di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, yaitu Direktorat Pendidikan Luar Biasa memikul tanggung jawab atas pelayanan pendidikan bagi peserta didik penyandang kelainan untuk tingkat nasional. Untuk tingkat daerah, unit yang bertanggung jawab atas Pendidikan Luar Biasa adalah Subdin PLB/Subdin yang menangani PLB pada Dinas Pendidikan Propinsi.
Lembaga Pendidikan Luar Biasa yang ada sekarang ini adalah Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu.
Ada beberapa jenis Sekolah Luar Biasa (SLB) yaitu Sekolah Luar Biasa bagian Tunanetra (SLB bagian A), Sekolah Luar Biasa bagian Tunarungu (SLB bagian B), Sekolah Luar Biasa bagian Tunagrahita (SLB bagian C), Sekolah Luar Biasa bagian Tunadaksa (SLB bagian D), Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras (SLB bagian E), dan Sekolah Luar Biasa bagian Tunaganda (SLB bagian G).
Agar para pembina, pelaksanana di lapangan dan organisasi sosial kemasyarakatan memiliki bekal dan persepsi yang sama tentang lembaga Pendidikan Luar Biasa, khususnya untuk Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras (SLB bagian E), maka perlu disusun informasi tentang Pelayanan Pendidikan bagi Anak Tunalaras.

B. PENGERTIAN
1. Anak tunalaras, yang dimaksud disini adalah anak yang mengalami hambatan/kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial, bertingkah laku menyimpang dari norma-norma yang berlaku dan dalam kehidupan sehari-hari sering disebut anak nakal sehingga dapat meresahkan/ mengganggu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
2. Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras, adalah suatu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus bagi anak tunalaras. Saat ini penyelenggara pendidikan anak tunalaras ialah Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kehakiman, Departemen Sosial, dan lembaga social atau yayasan.
3. Pendidikan Terpadu, adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan bagi anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus, termasuk tunalaras yang diselenggarakan bersama-sama anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum umum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan. Adapun mata pelajaran yang tidak dapat dilaksanakan oleh anak yang memerlukan layanan khusus tersebut diganti dengan pelajaran lain yang dapat dilakukan oleh anak yang bersangkutan.
4. Kelas Khusus, adalah suatu bentuk pelayanan pendidikan bagi anak yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus, termasuk anak tunalaras melalui kelompok belajar di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum umum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan.
5. Guru Pembimbing Khusus/Guru Bantu, adalah guru khusus yang tertugas di sekolah umum untuk memberikan bimbingan dan pelayanan kepada anak tunalaras yang mengalami kesulitan dalam mengikuti pendidikan dan sosialisasi dalam kehidupan sehari-hari di sekolah yang menyelenggarakan program Pendidikan Terpadu bagi anak tunalaras.

C. DASAR
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar.
4. Peraturan Pemerinta No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah.
5. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1990 tentang Pendidikan Luar Biasa.
6. Keputusan Mendikbud No. 002/U/1986 tentang Pendidikan Terpadu bagi Anak Cacat.
7. Keputusan Mendikbud No. 0491/U/1992 tentang Pendidikan Luar Biasa.
8. Keputusan Mendikbud No. 0126/U/1994 tentang Kurikulum Pendidikan Luar Biasa.
9. Keputusan Mendiknas No. 031/O/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.

D. TUJUAN
Tujuan penulisan buku ini adalah:
1. Memberikan wawasan dan pedoman kepada pembina, pelaksana pendidikan di lapangan dan organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan tentang layanan pendidikan bagi anak tunalaras.
2. Setelah membaca Informasi tentang Layanan Pendidikan bagi Anak Tunalaras ini, diharapkan pembaca (terutama para pembina dan pelaksana pendidikan di lapangan serta organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan) memiliki persepsi yang sama terhadap penyelenggaraan pendidikan bagi anak tunalaras.

E. PENGGOLONGAN ANAK TUNALARAS
Penggolongan anak tunalaras dapat ditinjau dari segi gangguan atau hambatan dan kualifikasi berat ringannya kenakalan, dengan penjelasan sbb :
1. Menurut jenis gangguan atau hambatan
a. Gangguan Emosi
Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat cepat marah, dan releks-tertekan.
Secara umum emosinya menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekandan merasa cemas
Gangguan atau hambatan terutama tertuju pada keadaan dalam dirinya. Macam-macam gejala hambatan emosi, yaitu:
• Gentar, yaitu suatu reaksi terhadap suatu ancaman yang tidak disadari, misalnya ketakutan yang kurang jelas obyeknya.
• Takut, yaitu rekasi kurang senang terhadap macam benda, mahluk, keadaan atau waktu tertentu. Pada umumnya anak merasa takut terhadap hantu, monyet, tengkorak, dan sebagainya.
• Gugup nervous, yaitu rasa cemas yang tampak dalam perbuatan-perbuatan aneh. Gerakan pada mulut seperti meyedot jari, gigit jari dan menjulurkan lidah. Gerakan aneh sekitar hidung, seperti mencukil hidung, mengusap-usap atau menghisutkan hidung. Gerakan sekitar jari seperti mencukil kuku, melilit-lilit tangan atau mengepalkan jari. Gerakan sekitar rambut seperti, mengusap-usap rambut, mencabuti atau mencakar rambut.
Demikian pula gerakan-gerakan seperti menggosok-menggosok, mengedip-ngedip mata dan mengrinyitkan muka, dan sebagainya.
• Sikap iri hati yang selalu merasa kurang senang apabila orang lain memperoleh keuntungan dan kebahagiaan.
• Perusak, yaitu memperlakukan bedan-benda di sekitarnya menjadi hancur dan tidak berfungsi.
• Malu, yaitu sikap yang kurang matang dalam menghadapi tuntunan kehidupan. Mereka kurang berang menghadapi kenyataan pergaulan.
7) Rendah diri, yaitu sering minder yang mengakibatkan tindakannya melanggar hukum karena perasaan tertekan.
b. Gangguan Sosial
Anak ini mengalami gangguan atau merasa kurang senang menghadapi pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah seperti sikap bermusuhan, agresip, bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala, menentang menghina orang lain, berkelahi, merusak milik orang lain dan sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu ketenteraman dan kebahagiaan orang lain.
Beberapa data tentang anak tunalaras dengan gangguan sosial antara lain adalah:
• Mereka datang dari keluarga pecah (broken home) atau yang sering kena marah karena kurang diterima oleh keluarganya.
• Biasa dari kelas sosial rendah berdasarkan kelas-kelas sosial.
• Anak yang mengalami konflik kebudayaan yaitu, perbedaan pandangan hidup antara kehidupan sekolah dan kebiasaan pada keluarga.
• Anak berkecerdasan rendah atau yang kurang dapat mengikuti kemajuan pelajaran sekolah.
• Pengaruh dari kawan sekelompok yang tingkah lakunya tercela dalam masyarakat.
• Dari keluarga miskin.
• Dari keluarga yang kurang harmonis sehingga hubungan kasih sayang dan batin umumnya bersifat perkara.
Salah satu contoh, kita sering mendengar anak delinkwensi. Sebenarnya anak delinkwensi merupakan salah satu bagian anak tunalaras dengan gangguan karena social perbuatannya menimbulkan kegocangan ketidak bahagiaan/ketidak tentraman bagi masyarakat. Perbuatannya termasuk pelanggaran hukum seperti perbuatan mencuri, menipu, menganiaya, membunuh, mengeroyok, menodong, mengisap ganja, anak kecanduan narkotika, dan sebagainya.
2. Klasifikasi berat-ringannya kenakalan
Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan pedoman untuk menetapkan berat ringan kriteria itu adalah:
a. Besar kecilnya gangguan emosi, artinya semikin tinggi memiliki perasaan negative terhadap orang lain. Makin dalam rasa negative semakin berat tingkat kenakalan anak tersebut.
b. Frekwensi tindakan, artinya frekwensi tindakan semakin sering dan tidak menunjukkan penyesalan terhadap perbuatan yang kurang baik semakin berat kenakalannya.
c. Berat ringannya pelanggaran/kejahatan yang dilakukan dapat diketahui dari sanksi hukum.
d. Tempat/situasi kenalakan yang dilakukan artinya Anak berani berbuat kenakalan di masyarakat sudah menunjukkan berat, dibandingkan dengan apabila di rumah.
e. Mudah sukarnya dipengaruhi untk bertingkah laku baik. Para pendidikan atau orang tua dapat mengetahui sejauh mana dengan segala cara memperbaiki anak. Anak “bandel” dan “keras kepala” sukar mengikuti petunjuk termasuk kelompok berat.
f. Tunggal atau ganda ketunaan yang dialami. Apabila seorang anak tunalaras juga mempunyai ketunaan lain maka dia termasuk golongan berat dalam pembinaannya.
Maka kriteria ini dapat menjadi pedoman pelaksanaan penetapan berat-ringan kenakalan untuk dipisah dalam pendidikannya.

F. TEKNIK MENGENAL ANAK TUNALARAS
Ada beberapa cara untuk menetapkan tunalaras, yaitu:
1. Psikotes
Psikotes dilakukan untuk mengetahui kematangan sosial dan gangguan emosi. Sedangkan alat tes yang lain yaitu tes proyektif yang memiliki beberapa jenis tes yaitu :
a. Tes Rorchach. Tes ini memberikan gambaran mengenai keseluruhan kepribadian, kelainan dan perlunya psikoterapi. Gambaran ini ditafsirkan dari reaksi anak terhadap gambar-gambar yang terbuat dari tetesan tinta.
b. Thematic Apperception Test (TAT). Tes ini memperlihatkan berbagai situasi-emosi dalam bentuk gambar-gambar. Gambaran kepribadian nampak dari tafsiran anak mengenai situasi emosi tersebut untuk itu disediakan skala khusus.
c. Tes Gambar Orang. Dalam tes ini persoalan-persoalan emosi nampak dari gambar yang harus dibuat oleh anak. Gambarnya ialah seorang laki-laki dan seorang perempuan.
d. Dispert Fable Tes. Tes ini memberikan gambaran mengenai: iri hati, rasa dosa, rasa cemas, tanggapan terhadap diri sendiri, ketergantungan kepada orang tua, dan sebagainya.
Yang berhak melakukan psikotes dan mengumumkannya adalah psikolog, psikiater, dan counselor, atau orang lain di bawah bimbingannya. Tenaga-tenaga ini ada yang membuka praktek sendiri, ada pula yang tidak membuka praktek sendiri tetapi bekerja di Fakultas Psikologi, Fakultas Kedokteran, Lembaga Kesehatan Jiwa, Balai Bimbingan dan Penyuluhan, Biro Konsultasi Psikologi, dan sebagainya.
2. Sosiometri
Sosiometri adalah alat tes yang digunakan untuk melihat/ mengetahui suka atau tidaknya seseorang. Caranya ialah tanyakan kepada para anggota kelompok siapa diantara anggotanya yang mereka sukai. Setiap anggota hendaknya memilih menurut pilihannya sendiri. Dari jawaban itu akan diketahui siapa yang lain disukai oleh para anggota.
Perlu diperingatkan bahwa hasil-hasil sosiometri adalah hasil sementara yang perlu ditelaah lebih lanjut. Anak yang terpencil dalam suatu saat belum tentu anak yang tunalaras, bahkan mungkin tidak terpencil lagi dalam sosiometri berikutnya. Walaupun demikian, sosiometri dapat dipakai bersama-sama dengan cara yang lain.
3. Membandingkan dengan tingkah laku anak pada umumnya
Keadaan tunalaras dapat diketahui dengan jalan membandingkan tingkah laku anak dengan tingkah laku anak pada umumnya. Pekerjaan membandingkan boleh dilakukan oleh setiap orang dewasa.
Anak yang jahat dapat diketahui jahatnya oleh masyarakat. Demikian juga anak yang tidak jahat tetapi kelakuannya tidak sesuai dengan norma yang berlaku, diketahui oleh masyarakat. Masyarakat mempunyai ketentuan-ketentuan untuk menetapkan jahat dan tidaknya atau serasi dan tidaknya tingkah laku para anggotanya. Siapa yang melanggar ketentuan ini akan dibenci, dimarahi, diasingkan, malah ditindak, tetapi yang baik akan dihargai , diterima kehadirannya malah dipuji.
Adanya gangguan emosi dan gangguan sosial karena penyesuaian yang salah (maladjustment) tanda-tandanya antara lain :
a. Hubungan antar keluarga, teman sepermainan, teman sekolah, ditanggapi dengan tidak menyenangkan.
b. Segan bergaul, terasing.
c. Suka melarikan diri dari tanggung-jawab.
d. Menangis, kecewa, berdusta, menipu, mencuri, menyakiti hati dan sebagainya, atau sebaliknya, sangat ingin dipuji, tak pernah menyulitkan orang lain dan sebagainya.
e. Penakut dan kurang percaya pada diri sendiri.
f. Tidak mempunyai inisiatif dan tanggung jawab, kurang keberanian dan sangat tergantung pada orang lain.
g. Agresif terhadap diri sendiri, curiga, acuh tak acuh, banyak hayal.
h. Memperlihatkan perbuatan gugup misalnya: menggigit kuku, komat-kamit, dan sebagainya.
Anak tunalaras memiliki rasa harga diri kurang dengan tanda-tanda antara lain :
a. Terlalu mempersoalkan kekurangan diri, sering minta maaf, takut tampil di muka umum, takut bicara dan sebagainya.
b. Mengeluh dengan nada nasib malang.
c. Segan melakukan hal-hal yang baru atau yang dapat mengungkapkan kekurangannya.
d. Selalu ingin sempurna, tidak puas dengan apa yang telah diperbuat.
e. Sikap introvert (lebih banyak mengarahkan perhatian kepada diri sendiri).
Adapun rasa harga diri kurang yang tersembunyi, antara lain:
a. Bernada murung, cepat merasa tersinggung.
b. Merasa tidak enak badan, sakit buatan, dan sebagainya.
c. Berpura-pura lebih dari orang lain: menonjolkan diri, bicara lantang, merendahkan orang lain.
d. Membuat kompensasi.
e. Menjalankan perbuatan jahat.
4. Memeriksakan ke Biro Konsultasi Psikolog
Kadang-kadang kita tidak dapat membedakan apakah seorang anak tunalaras atau bukan. Dalam hal demikian kita dapat meminta bantuan Biro Konsultasi Psikolog, karena biro tersebut melibatkan tenaga ahli yang terkait. Wewenang biro ini terutama adalah menentukan apakah seseorang mengalami gangguan emosi social atau tidak.
Setelah selesai ditelaah dan dianalisa biro tersebut akan bersedia memberikan petunjuk terarah mengenai anak tersebut, misalnya meminta agar kita lebih mendekati anak, menitipkannya di salah satu lembaga pendidikan, dan sebagainya. Kalau perlu, biro juga akan membuat keterangan agar dapat dipakai oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Memeriksakan ke Klinik Psikiatri Anak
Bentuk usaha lain untuk mengetahui anak tunalaras adalah dengan memeriksakan ke klinik psikiatri anak. Tugas pokoknya ialah melakukan usaha rehabilitasi dan penyembuhan terhadap mereka yang mengalami kelainan psikis, tetapi juga dapat menetapkan apakah seseorang mempunyai kelainan tunalaras atau tidak.
Dalam surat keterangan yang dikeluarkan oleh klinik psikiatri anak menyebutkan istilah antara lain: anxiety hysteria, conversion hysteria, sexual perversion, obsessional neurosis, psychose anak dll dengan arti istilah-istilah tersebut adalah:
a. Anxiety hysteria: merasa takut pada sesuatu atau pada seseorang tanpa alasan yang dapat diterima. Perasaan ini lahir dari usaha menekan hasrat-hasrat yang sifatnya naluriah.
b. Conversion hysteria: mempunyai gangguan pada fungsi beberapa anggota tubuh, perbuatan gangguan pada pendirian. Gangguan tersebut lahir dari usaha yang lama menekan hasrai-hasrat yang sifatnya naluriah.
c. Obsessional neurosis: cepat menuduh, banyak dalih, menutup diri, kaku berjalan, dan sebagainya. Ini semua adalah pernyataan dari hati yang sangat sensitive dan takut diserang. Hal ini juga timbul dari usaha menoleh sesuatu hasrat.
d. Sexual perversion: suka menikmati sexual secara tidak wajar, seperti mengintip, melakukan hubungan dengan teman sejenis.
e. Character neuroses: perubahan tingkah laku yang lahir dari konflik batin yang tidak mendapat penyelesaian.
f. Psychose Anak: mempunyai kesulitan menyesuaikan diri terhadap segala-galanya.

G. PENYELENGGARAAN SEKOLAH BAGI ANAK TUNALARAS
1. Pelayanan Pendidikan
Bentuk pelayanan pendidikan dapat diselenggarakan di SLB khusus bagi anak tunalaras (SLB-E). Berdasarkan data statistik tahun 2003 yang dikeluarkan Direktorat Pendidikan Luar Biasa menyebutkan bahwa jumlah anak tunalaras sebanyak 351 orang, dengan jumlah 12 (dua belas) Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras (lihat lampiran).
Ada pula Departemen terkait yang memberikan pelayanan pendidikan bagian anak nakal yaitu Departemen Kehakiman dan Departemen Sosial. Pada umumnya Departemen Kehakiman menampung “anak negara” yaitu anak delinkwensi atas putusan pengadilan dicabut hak mendidik dari orang tuanya kemudian diambil oleh pemerintah. Mereka dipelihara sampai berumur 18 tahun sebagai batas ukuran dewasa.
Sedangkan Departemen Sosial memelihara mereka berdasar titipan dari orangtua, karena orangtua sudah merasa kewalahan. Atau hasil razia anak gelandangan atau terlantar yang sulit bila dikembalikan kepada orangtuanya karena keadaan tidak mampu atau sangat miskin.
Di dalam pelaksanaan penyelenggaraannya kita mengenal macam-macam bentuk penyelenggaraan pendidikan anak tunalaras/sosial sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan di sekolah reguler. Jika diantara murid di sekolah tersebut ada anak yang menunjukan gejala kenakalan ringan segera para pembimbing memperbaiki mereka. Mereka masih tinggal bersama-sama kawannya di kelas, hanya mereka mendapat perhatian dan layanan khusus.
b. Kelas khusus apabila anak tunalaras perlu belajar terpisah dari teman pada satu kelas. Kemudian gejala-gejala kelainan baik emosinya maupun kelainan tingkah lakunya dipelajari. Diagnosa itu diperlukan sebagai dasar penyembuhan. Kelas khusus itu ada pada tiap sekolah dan masih merupakan bagian dari sekolah yang bersangkutan. Kelas khusus itu dipegang oleh seorang pendidik yang berlatar belakang PLB dan atau Bimbingan dan Penyuluhan atau oleh seorang guru yang cakap membimbing anak.
c. Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras tanpa asrama Bagi Anak Tunalaras yang perlu dipisah belajarnya dengan kata kawan yang lain karena kenakalannya cukup berat atau merugikan kawan sebayanya.
d. Sekolah dengan asrama. Bagi mereka yang kenakalannya berat, sehingga harus terpisah dengan kawan maupun dengan orangtuanya, maka mereka dikirim ke asrama. Hal ini juga dimaksudkan agar anak secara kontinyu dapat terus dibimbing dan dibina. Adanya asrama adalah untuk keperluan penyuluhan.
2. Bentuk satuan dan Lama Pendidikan
a. Bentuk satuan Pendidikan Luar Biasa Tunalaras terdiri dari:
1. Sekolah Dasar Luar Biasa selanjunya disebut SDLB, merupakan bentuk satuan pendidikan yang menyiapkan siswanya untuk dapat mengikuti pendidikan pada jenjang SLTPLB (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) baik melalui pendidikan terpadu atau kelas khusus.
2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) merupakan bentuk satuan pendidikan yang menyiapkan siswanya dalam kehidupan bemasyarakat dan memberi kemungkinan untuk mengikuti pendidikan pada SMLB atau Sekolah Menengah (SMU/SMK) reguler melalui Pendidikan Terpadu dan atau kelas khusus.
3. Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB) merupakan bentuk satuan pendidikan yang menyiapkan siswanya agar memiliki keterampilan yang dapat menjadi sumber mata pencaharian sehingga dapat hidup mandiri di masyarakat atau mengikuti pendidikan di Perguruan Tinggi.
b. Lama Pendidikan
Lama pendidikan setiap satuan Pendidikan Luar Biasa tunalaras adalah sebagai berikut :
1) SDLB, berlangsung selama sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun.
2) SLTPLB, berlangsung sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.
3) SMLB, berlangsung selama sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.
3. Peserta Didik
Calon peserta didik yang dapat diterima pada satuan Pendidikan Luar Biasa tunalaras adalah sebagai berikut :
a. Sekurang-kurangnya berusia 6 (enam) tahun untuk SDLB.
b. Telah tamat dan lulus dari SDLB atau satuan pendidikan yang sederajat atau setara, untuk SLTPLB dan atau SLTP reguler.
c. Telah tamat dan lulus dari SLTPLB atau satuan pendidikan yang sederajat atau setara, untuk SMLB dan atau SMU/SMK reguler.
4. Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan pada satuan Pendidikan Luar Biasa tunalaras terdiri atas kepala sekolah, w kil kepala sekolah, guru yang berlatar belakang Pendidikan Luar Biasa khususnya tunalaras serta anggota masyarakat yang tidak dididik khusus sebagai guru Pendidikan Luar Biasa tetapi mempunyai keahlian dan kemampuan tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik dalam kegiatan belajar.
5. Program Pengajaran
a. Kurikulum SDLB meliputi :
1. Program Umum. Isi program umum Kurikulum SDLB disesuaikan dengan kurikulum Sekolah Dasar dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan belajar para siswa yang bersangkutan.
2. Program Khusus. Isi program khusus kurikulum SDLB disesuaikan dengan jenis kelainan siswa.
3. Program Muatan Lokal. Program muatan lokal kurilukum SDLB disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan, yang ditetapkan oleh Kantor Dinas Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional setempat.
b. Kurikulum SLTPLB meliputi :
1. Program Umum. Isi program umum Kurikulum SLTPLB disesuaikan dengan kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan belajar para siswa yang bersangkutan.
2. Program Khusus. Isi program khusus kurikulum SLTPLB disesuaikan dengan jenis kelainan siswa.
3. Program Muatan Lokal
Program muatan lokal kurilukum SLTPLB disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan, yang ditetapkan oleh Kantor Dinas Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional setempat.
4. Program Pilihan
Isi program pilihan kurikulum SLTPLB berupa paket-paket keterampilan yang dapat dipilih siswa dan diarahkan pada penguasaan satu jenis keterampilan atau lebih yang dapat menjadi bekal hidup di masyarakat.
c. Kurikulum SMLB meliputi :
1. Program Umum. Isi program umum Kurikulum SMLB disesuaikan dengan kurikulum Sekolah Menengah dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan belajar para siswa yang bersangkutan.

2) Program Pilihan. Isi program pilihan kurikulum SMLB berupa paket-paket keterampilan yang dapat dipilih siswa dan diarahkan pada penguasaan satu jenis keterampilan atau lebih yang dapat menjadi bekal hidup di masyarakat.
6. Bimbingan dan Rehabilitas
bingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam upaya menemukan pribadi, menguasai masalah yang disebabkan oleh kelainan yang disandang, mengenali lingkungan dan merencanakan masa depan. Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing.
Rehabilitasi merupakan upaya bentuan medik, sosial, dan keterampilan yang diberikan kepada peserta didik agar mampu mengikuti pendidikan. Bimbingan dan rehabilitasi melibatkan para ahli terapi fisik, ahli terapi bicara, dokter umum, dokter spesialis, ahli psikologi, ahli pendidikan luar biasa, perawat dan pekerja sosial.
7. Pola Penyelenggaraan
Untuk menjamin kesesuaian program pendidikan luar biasa tunalaras dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan, kemampuan peserta didik tunalaras serta efektivitas dan efesiensi, penyelenggaraan pendidikan luar biasa tunalaras dapat memilih pola-pola berikut :
a. Pendidikan Luar Biasa tunalaras merupakan gabungan semua satuan pendidikan. Menurut pola ini, hanya terdapat satu bentuk yang menyelenggarakan semua satuan pendidikan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan.
b. Pendidikan Luar Biasa tunalaras dibagi menurut satuan pendidikan. menurut pola ini terdapat 3 (tiga) bentuk yaitu SDLB, SLTPLB dan SMLB yang masing-masing disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan.
Penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didik tunalaras yang memiliki kecerdasan normal dapat dilaksanakan bersama dengan anak normal melalui pendidikan terpadu dan atau kelas khusus.

H. PROGRAM PEMBINAAN SEKOLAH
1. Program Bidang Pengajaran
Isi program bidang pengajaran pada prinsipnya sama dengan sekolah reguler. Mengingat kondisi anak tunalaras pada umumnya malas untuk belajar, maka sifat pengajaran kepada mereka juga bersifat penyuluhan atau yang disebut remedial teaching. Remedial teaching maksudnya membantu murid dalam kesulitan belajar.
Sistem pengajaran bersifat klasikal. Ada kemungkinan dalam satu kelas terdiri dari beberapa anak yang mengikuti program pengajaran secara berbeda-beda. Jumlah murid tiap-tiap kelas sekurang-kurangnya tiga orang dan sebanyak-banyaknya 12 orang.
Banyak sedikitnya jumlah murid tiap kelas ditentukan oleh:
a. Faktor kecakapan guru melayani individu.
b. Makin muda usia makin kecil jumlahnya.
c. Ambang perbedaan umur tidak besar.
d. Fasilitas ruangan.
Para guru di sekolah bagi anak tunalaras perlu memahami teknik diagnosik kesulitan belajar, kemudian cara membimbing disesuaikan dengan bakat dan kemampuan tiap-tiap murid.
2. Program Bimbingan Penyuluhan
Program-program ditawarkan dalam bimbingan dan penyuluhan antara lain :
a. Program bimbingan penyuluhan suasana hidup keagamaan di asrama.
b. Program keterampilan.
c. Program belajar di sekolah reguler (terpadu dan atau kelas khusus).
d. Program bimbingan kesenian.
e. Program kembali ke orangtua.
f. Program kembali ke masyarakat.
g. Program bimbingan kepramukaan
.

I. PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
Yang menjadi sasaran pokok dalam pengembangan adalah usaha pemerataan dan perluasan kesempatan belajar dalam rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar. Biasanya anak tunalaras itu segera saja dikeluarkan dari sekolah karena dianggap membahayakan. Dengan usaha pengembangan sekolah bagi anak tunalaras ini berarti kita memberi wadah seluas-luasnya atau tempat mereka memperoleh berbaikan kepribadiannya.
Dengan adanya sekolah bagi anak tunalaras berarti membantu para orangtua anak yang sudah kewalahan mendidik puteranya, membantu para guru yang selalu diganggu apabila sedang mengajar dan mengamankan kawan-kawannya terhadap gangguan anak nakal.
Pengembangan pendidikan bagi anak tunalaras sebaiknya paralel atau dikaitkan dengan mengintensifkan usaha Bimbingan Penyuluhan di sekolah reguler. Sehingga apabila anak itu tidak mengalami perbaikan dari usaha bimbingan dan penyuluhan dari kelas khusus maka mereka dikirim ke Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras.

J. PENUTUP
Tujuan diselenggarakannya layanan pendidikan bagi anak tunalaras adalah untuk membantu anak didik penyandang perilaku sosial dan emosi, agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam menggalakkan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan selanjutnya.
Sedangkan bentuk layanan pendidikan bagi anak tunalaras dapat dilaksanakan melalui usaha bimbingan dan menyuluhan yang intensif di sekolah reguler atau melalui Pendidikan Terpadu dan atau kelas khusus di sekolah reguler (SD, SLTP, SMU, SMK), serta penyelengara Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras tanpa asrama dan atau Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras dengan asrama.
Adapun program pembinaan layanan pendidikan khusus tunalaras dapat dilaksanakan melalui bidang pengajaran dan program bimbingan dan penyuluhan. Dalam pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan perlu melibatkan ahli-ahli terkait (guru, pengasuh, psikolog, pekerja sosial dan lain-lain) dengan maksud untuk sama-sama membahas perbaikan dan kemajuan siswa.
Dengan tersusunnya informasi tentang pelayanan pendidikan bagi anak Tunalaras diharapkan para pembaca (pembina dilapangan, guru dan organisasi sosial ke masyarakat yang bergerak dalam bidang pendidikan) memiliki persepsi yang sama terhadap perkembangan Pendidikan Luar Biasa sehingga pelaksanaan program-program pendidikan dapat terlaksana sesuai dengan harapan.

0 Comments

Post a Comment