Contoh Guru Menulis di Republika - Kurikulum 2013 yang Kurang Beruntung: Berikut ini adalah arsip tulisan saya yang dimuat di Koran Republika pada Kolom Guru Menulis yang berjudul Kurikulum 2013 yang Kurang Beruntung.
Guru Menulis Republika |
Kurikulum 2013 yang Kurang Beruntung
Kalimat yang cocok diungkapkan untuk menggambarkan nasib Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang kurang beruntung. Ketidakberuntungannya diakibatkan karena terlahir pada masa transisi penggantian kabinet pemerintahan SBY dan Jokowi. Apabila dahulu, kurikulum 2013 tersebut diunggul-unggulkan sebagai kurikulum hasil penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya (KTSP) untuk menjawab tantangan masa depan yang semakin kompleks dan sebagai bentuk antisipasi bonus demografi.
Dengan menitik beratkan pada tujuan untuk mendorong peserta didik agar mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mempresentasikan sendiri tentang apa yang mereka peroleh dalam pembelajaran.
Namun, setelah pergantian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), kurikulum ini dinilai sebagai kurikulum yang diterapkan secara tergesa-gesa sebelum digarap dengan matang hingga akhirnya dihentikan. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Anies Baswedan, sebagai Mendikbud yang baru kalau penerapan Kurikulum 2013 tidak diimbangi dengan kesiapan pelaksanaan dan substansinya tidak jelas serta tidak terdokumentasi dengan baik. Dengan begitu, melalui rekomendasi dari tim evaluasi implementasi kurikulum, maka kurikulum 2013 pun secara resmi dihentikan dan kembali pada KTSP, terutama bagi sekolah-sekolah yang baru melaksanakannya selama satu semester.
Penghentian ini mendapatkan reaksi dari mantan Mendikbud, Mohammad Nuh, sebagai penggagasnya yang mengkritisi dengan menilai jika kebijakan yang dilakukan oleh Mendikbud yang baru itu merupakan langkah mundur. Menurutnya, “kalau ada masalah teknis, mestinya dicarikan solusi perbaikannya, bukan balik ke belakang sebab KTSP secara substansi ada kekurangan dan secara teknis juga perlu penyiapan lagi” (republika.co.id).
Meskipun Kurikulum 2013 mendapat pembelaan dari mantan Mendikbud tersebut, namun apa boleh dikata nasi telah menjadi bubur karena Permen penghentian Kurikulum 2013 telah ditandatangani. Dengan begitu, kurikulum 2013 akan menjadi sebuah kenangan karena kehadirannya yang terlalu singkat dan akan digantikan kembali oleh kurikulum sebelumnya yang dulu pernah didahului. Padahal, keberadaannya belum juga dipahami dengan jelas oleh para praktisi pendidikan sebagai pelaksana pembelajaran di sekolah tentang maksud dan tujuan penerapan kurikulum tersebut.
Semenjak adanya isu penghentian Kurikulum 2013 sampai benar-benar dihentikan secara resmi melalui Permen, pembahasan kurikulum menjadi hal yang menarik di kalangan guru. Terjadinya pro dan kontra di kalangan guru sendiri terhadap penghentian Kurikulum 2013, dengan saling memberikan berbagai alasan-alasan untuk memperkuat argumentasinya masing-masing.
Menyimpulkan dari hasil diskusi kecil bersama teman-teman se-profesi dari berbagai sekolah tersebut, penulis memprediksikan kalau Kurikulum 2013 akan tetap dilaksanakan oleh beberapa sekolah meskipun telah dihentikan. Alasannya, karena tanggung telah membeli buku Kurikulum 2013 untuk satu tahun ajaran dan untuk menghindari kekacauan dalam administrasi di sekolah.
Selain itu, bagi guru yang telah bersertifikasi melalui penerapan Kurikulum 2013 di sekolah merasa sangat diuntungkan, terutama untuk guru SMP dan SMA karena kewajiban untuk memenuhi jumlah jam mengajar bisa terpenuhi. Sehingga hal itu bisa memperlancar terhadap pencairan tunjangan sertifikasi guru. Beda halnya dengan KTSP, mereka harus mencari kekurangan jam mengajar di sekolah lain agar kewajibannya bisa terpenuhi. Jika tidak, tunjangan sertifikasi pun akan tersendat oleh jumlah jam yang tidak terpenuhi. Padahal mencari sekolah yang membutuhkan tidaklah mudah, karena setiap sekolah sama-sama membutuhkan untuk memenuhi kewajibannya.
Menurut hemat penulis, alangkah lebih baiknya apabila Kurikulum 2013 tetap dilaksanakan selama satu tahun ajaran 2014/2015, agar tidak terjadi kebingungan bagi guru sebagai pelaksana di sekolah. Masalah nanti ke depannya, mau kembali ke KTSP ataupun membuat kurikulum yang baru lagi itu bisa dipersiapkan dalam waktu tenggang selama satu semester. Namun, hal tersebut diserahkan kembali kepada Kemdikbud yang berwenang dan lebih memahami sepenuhnya terhadap kurikulum yang dibutuhkan di sekolah. Kami sebagai guru mempercayakan sepenuhnya terhadap Mendikbud dan meyakini jika keputusan yang diambil merupakan langkah untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik. Semoga…
Penulis: Dede Taufik, S.Pd.
Ket : Tulisan ini dimuat di Guru Menulis Republika, 12 Desember 2014
0 Comments
Post a Comment