Contoh Opini Galamedia: Mengembalikan Citra Guru

Contoh Opini Galamedia: Mengembalikan Citra Guru
Citra Guru
Citra Guru

Penulis : Dede Taufik, S.Pd.
Filosofi bangsa Jawa telah berhasil menerjemahkan arti guru dan tersebar luas di berbagai kalangan adalah digugu dan ditiru. Dua kata yang sederhana, namun memiliki makna sangat mendalam. Bagi siapapun yang bercita-cita ingin menjadi guru, sebaiknya terlebih dahulu menghayati dan memahami makna tersebut. Pasalnya, profesi guru tidak bisa diisi oleh sembarang orang karena berhubungan dengan masa depan bangsa.
Diakui atau tidak, saat ini citra guru perlahan-lahan mulai terkikis. Materialistis menjadi salah satu penyebab mengikisnya citra guru. Apalagi, semenjak terjadinya peningkatan kesejahteraan guru dengan adanya tunjangan sertifikasi. Berbagai cara seringkali ditempuh untuk mendapatkan sertifikasi, meskipun tak sedikit para oknum bermain curang dalam melancarkan ambisinya.
Lebih parahnya berdasarkan isu yang berkembang, langkah awal yang ditempuh untuk menjadi guru (pegawai negeri sipil) oleh sebagian orang melalui jalan suap-menyuap. Hal ini secara jelas, telah mencedrai citra guru dari awal mula menitikan karirnya sebagai seorang guru. Logikanya, bagaimana nanti bisa menciptakan siswa yang mampu menjunjung tinggi asas kejujuran? Sementara dirinya sendiri memulai karir dari sebuah kebohongan.
Saat ini, nilai sebuah kejujuran sangatlah berharga. Bukan dari besarnya materi yang harus dikeluarkan, tapi imbas dari ketidakjujuran tersebut. Kasus yang membingungkan kita saat ini misalnya, versus antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polisi Republik Indonesia (Polri). Kedua-duanya merupakan penegak hukum, yang dituntut memegang teguh kejujuran. Namun, saling menggugat kesalahan antara yang satu dengan yang lainnya.
Masalah karakter kejujuran, penciptaannya tidak terlepas dari peran guru di sekolah terutama pada jenjang pendidikan dasar (SD). Pada usia ini, diyakini sebagai masa pencarian jati diri dengan mengamati perilaku dari orang-orang yang berada di sekelilingnya. Kemudian, menirunya sebagai sebuah perilaku yang dianggapnya benar. Celakanya, jika yang berhasil ditiru oleh siswa adalah sebagian besar dari perilaku negatif.
Perilaku guru yang salah kaprah dalam aspek kejujuran, misalnya membiarkan siswa menyontek. Selain itu, upaya oknum guru dalam meluluskan siswanya pada Ujian Nasional (UN) dengan memberikan contekan jawaban. Keliatannya sepele, bahkan dianggap sebagai kebiasaan yang dilakukan secara terorganisir dengan dalih ingin membantu siswa demi masa depannya.
Padahal sebenarnya, kalau kita berfikir dengan menggunakan akal sehat. Justru itu dengan sengaja telah menjerumuskan siswa ke dalam lubang kehancuran. Jangka pendeknya, siswa akan bersikap leha-leha untuk mempelajari materi yang akan diujikan. Sementara jangka panjangnya, mendidik siswa untuk berperilaku curang dalam menyelesaikan suatu permasalahan di masa depan.
Ilustrasi di atas, hanya sebagai gambaran kecil telah mengikisnya citra guru yang didasarkan dari isu-isu yang berkembang. Terlepas dari benar atau tidaknya isu tersebut, citra guru harus tetap dikembalikan kepada citra yang sesungguhnya yaitu sesuai makna filosofi digugu dan ditiru. Tentunya pengembalian ini bukanlah oleh profesi lain, melainkan oleh kita sendiri sebagai seseorang yang berprofesi guru.
Upaya yang bisa ditempuh untuk mengembalikan citra guru adalah dengan menerapkan tiga pilar pendidikan yang pernah dicetuskan oleh Bapak Pendidikan, Ki Hajar Dewantara. Ketiga pilar yang dimaksudkan, yakni Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani. Secara sederhananya, guru bertindak untuk meneladani, membimbing, dan memotivasi siswa.
Meneladani, berhubungan dengan perilaku guru yang patut digugu dan ditiru baik dari segi ucapan, pakaian, maupun perbuatan. Dalam hal ini, seorang guru harus menjadi figur yang kelihatannya sempurna di hadapan siswa. Sebagai seorang figur, tentunya tidak diperbolehkan berperilaku menyimpang dari aturan agama maupun negara. Meskipun, tidak ada satu pun manusia yang sempurna. Sudah menjadi keharusan bagi guru, untuk selalu menyembunyikan hal-hal yang negatif pada dirinya dan tidak pernah sekali-kali menunjukkan di hadapan siswa. Pasalnya, jika hal itu terjadi bisa ditiru oleh siswa dan diaplikasikan oleh siswa di dalam kehidupan sehari-harinya.
Membimbing, berhubungan dengan permasalahan siswa. Dimana, hampir di semua kelas dan jenjang pendidikan pasti terdapat siswa yang bermasalah. Artinya, tidak seluruh siswa memiliki kecerdasan yang sama dengan perilaku yang sama pula. Suatu kewajaran, apabila ditemukan siswa dengan kecerdasan di bawah rata-rata atau lambat belajar. Disinilah peran guru diperlukan, untuk memberikan bimbingan kepada siswa tersebut. Meskipun, harus dilakukan di luar jam pelajaran. Selain itu, apabila terdapat siswa yang berperilaku menyimpang. Guru, harus dengan sigap mengarahkan dan membimbingnya hingga bisa kembali ke perilaku sesuai dengan yang diharapkan.
Memotivasi, berhubungan dengan mental siswa. Pada hakekatnya, motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri siswa (intern) dan motivasi dari luar (ekstern). Terdapat beberapa cara untuk menumbuhkan motivasi. Pertama, pemberian hadiah bagi siswa yang berprestasi dengan catatan hadiahnya tidak harus mahal, tetapi mampu memberikan kesan positif. Kedua, pemberian pujian bagi siswa yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik. Sebagai contoh, Bagus sekali gambarnya Nak! Meskipun hanya satu kalimat, tetapi dapat memberikan penguatan positif bagi siswa. Ketiga, menerapkan hukuman bagi siswa yang nakal atau mendapatkan nilai jelek, tentunya bersifat mendidik bukan maksud untuk mempermalukan siswa, misalnya membuat artikel dan mengarang pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Penulis berharap, dengan kembalinya citra guru sesuai dengan fitrahnya. Profesi guru, akan kembali dihormati dan dihargai oleh yang lainnya. Seperti yang telah diungkapkan oleh Mendikbud, Anies Baswedan yang menyatakan bahwa profesi guru adalah suatu kehormatan. Dengan mengajak semua elemen masyarakat untuk mengistimewakan seorang guru. Karena berkat adanya guru, bisa tercipta profesi-profesi lainnya. Begitu pula dengan guru sendiri, harus bisa menjaga kehormatan dari profesi yang terhormat itu dengan menjadikan diri sebagai figur yang layak untuk digugu dan ditiru. Semoga... 

0 Comments

Post a Comment