Tulisan ini dimuat di Opini Kabar Priangan, 7 April 2015
Oleh: Dede Taufik, S.Pd.
Tanggal 2 April kemarin, diperingati sebagai Hari Buku Anak Sedunia. Seharusnya, di hari tersebut menjadi momentum yang sangat berharga untuk meningkatkan budaya baca masyarakat. Pasalnya, budaya baca masyarakat saat ini sungguh memprihatinkan. Padahal, kegiatan membaca merupakan kegiatan terpenting untuk memperkaya diri dengan berbagai informasi dan ilmu pengetahuan yang terus mengalami perkembangan.Sebagaimana survei yang pernah dilakukan oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) tahun 2011. Berdasarkan catatannya, indeks minat baca masyarakat Indonesia baru mencapai 0,001. Hal ini dapat diasumsikan, dari seribu orang hanya terdapat satu orang yang memiliki minat untuk membaca. Selain itu, study PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2012 juga mencatat, kalau peringkat pendidikan Indonesia terutama di bidang matematika, sains, dan membaca berada pada urutan ke-64 dari 65 negara.
Budaya baca merupakan suatu kebiasaan yang harus diciptakan dan dikembangkan, karena bukan faktor bawaan sejak lahir. Rendahnya minat baca, harus menjadi pemikiran bersama untuk mencari solusinya. Bukan hanya oleh praktisi pendidikan, melainkan bersama-sama dengan pemerintah dan masyarakat. Pasalnya, rendahnya budaya membaca adalah sebuah bencana nasional yang harus segera diantisipasi.
Bencana nasional yang dimaksud, akan dirasakan pada masa kini dan masa mendatang. Pada masa kini, masyarakat akan tertinggal oleh berbagai informasi yang baru dan aktual. Sementara pada masa mendatang, hilangnya pengetahuan akan sejarah penting yang telah terjadi. Sehingga, memudarkan rasa simpati dan empati terhadap sebuah nilai yang dahulu menjadi karakteristik terpenting dari kehidupan masyarakat. Agar terwujudnya budaya baca pada masyarakat, perlu adanya ketersediaan sarana dan prasarana untuk mempermudah dalam pemerolehan buku (bahan bacaan). Sarana dan prasarana tersebut adalah perpustakaan atau taman baca masyarakat.
Perpustakaan atau taman baca masyarakat berperan penting memelihara dan meningkatkan efektifitas pembelajaran. Secara umum, perpustakaan diartikan sebagai koleksi buku dan majalah. Tujuannya, membantu masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan potensi diri untuk berfikir kreatif. Banyaknya perpustakan dan ramainya kunjungan masyarakat ke perpustakaan itu sendiri, bisa dijadikan sebagai tanda bahwa daerah tersebut telah maju.
Meskipun kegiatan membaca bisa dilakukan dengan menggunakan bahan bacaan dari media online, seperti jejaring sosial dan website. Ridwan Sinegar (dalam buku penelitiannya), menyatakan bahwa bacaan yang dicetak memiliki keuntungan khusus dibandingkan dengan media lain. Bahan cetakan akan terus menjadi saluran yang paling penting untuk pendidikan dan kemajuan kebudayaan manusia. Keuntungan tersebut antara lain: Membaca adalah suatu aktivitas pribadi yang dapat meningkatkan pengembangan individu, suatu bahan bacaan dapat dibaca dan dibaca kembali hingga pesan yang dikandungnya dapat diserap, dan bahan bacaan dapat dibawa kemana saja.
Selain tersedianya berbagai fasilitas untuk membaca, ada hal penting juga yang perlu diperhatikan yaitu tentang karakter. Karakter ini harus terus dipupuk dan dilatih mulai sejak dini. Orangtua, memiliki peran penting di dalamnya dengan memberikan contoh dan keteladanan, termasuk dalam mengantarkan anaknya menjadi gemar membaca dan kegiatan membaca menjadi budaya baginya. Dengan terciptanya budaya membaca pada masyarakat, terutama pada anak-anak bisa menjadi kekuatan besar bagi bangsa dan negara.
Seperti halnya Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, pernah mengatakan, “Jika mau mengubah bangsa, mulailah dari generasi mudanya”. Di matanya, generasi muda diyakini bisa memberikan sumbangsih terhadap kemajuan bangsa dan negara untuk masa kini maupun masa mendatang. Oleh karena itu, generasi muda yang berkualitas dan mampu bersaing harus diciptakan. Salah satunya melalui buku dan budaya membaca, sehingga mereka memiliki pengetahuan luas dan menjadi generasi berkualitas.
Meningkatkan budaya membaca, bisa berawal dari sekolah. Tak ada salahnya bahkan menjadi keharusan, jika sekolah yang ada di Indonesia khususnya Jawa Barat, meniru budaya yang ada di Jepang. Perpustakaan menjadi ciri khas dari sekolah yang ada di Jepang sebagai daya tarik bagi calon peserta didik. Salah satu caranya, mengisi perpustakaan dengan berbagai sumber bacaan yang lengkap. Pasalnya, Jepang meyakini bahwa perpustakaan bisa menjadi jaminan pendidikan untuk menciptakan generasi muda berkualitas.
Sebenarnya, hampir di setiap sekolah di Indonesia juga telah memiliki ruangan perpustakaan. Namun sayangnya, tidak didesain secara menarik dan pengelolaannya tidak efektif. Sehingga, kurang atau bahkan tidak memberikan daya tarik kepada peserta didik untuk meramaikan perpustakaan. Hal ini bisa terlihat ketika memasuki jam istirahat, kebanyakan peserta didik lebih memilih untuk bermain dan jajan di sekitar lingkungan sekolah.
Selain di sekolah, keberadaan perpustakaan juga harus bisa merangkul semua warga masyarakat dengan membentuk perpustakaan umum. Tentunya, koleksi buku yang disediakan harus lebih lengkap dibandingkan dengan di sekolah. Keleksi buku yang ada harus menjadi penunjang pengetahuan umum, seperti budi daya ikan, budi daya jamur, pemilihan bibit unggul, dll. Yang disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing. Manfaatnya, masyarakat akan terbantu dalam mendapatkan referensi untuk meningkatkan potensi diri dan lingkungannya. Sehingga, mereka mampu meningkatkan kesejahteraan hidup karena ditopang oleh ilmu yang sesuai dengan kebutuhan.
Sebagai contoh misalnya “Komunitas Ngéjah”, yang didirikan oleh Kang Opik Nero. Komunitas tersebut didirikan di wilayah Priangan Timur, seringkali menggiatkan program untuk meningkatkan budaya baca buku pada masyarakat. Hal menarik dari program itu, selain dilakukan di sekretariatnya juga dilakukan dengan berkeliling dari kampung ke kampung yang diberi nama “program kampung membaca”. Tentunya, keberadaan komunitas semacam ini perlu diapresiasi oleh kita semua.
Sehingga, menjadi keharusan bagi pemerintah untuk selalu memberikan dukungan terhadap komunitas-komunitas yang ada. Dengan terus menyumbangkan koleksi buku-buku terbaru sesuai perkembangan ilmu pengetahuan. Pasalnya, komunitas yang peduli terhadap masa depan bangsa ini berdiri berdasarkan inisiatif secara independen. Berawal dari orang-orang yang memiliki kepedulian yang sama. Tanpa adanya kontrak kerja politik dengan pihak manapun.
Harapannya, peringatan Hari Buku Anak Sedunia ini tidak hanya sebatas peringatan semata. Melainkan, mampu memberikan motivasi untuk benar-benar mewujudkan budaya baca yang tinggi pada masyarakat. Dengan mencintai buku sebagai teman hidup dalam memperkaya diri oleh berbagai informasi dan ilmu pengetahuan. Sehingga, masyarakat Indonesia pada masa kini maupun masa mendatang bisa berfikir kreatif dan berwawasan luas dalam menjalani hidup dengan lebih baik.
0 Comments
Post a Comment