Contoh Opini Kabar Priangan: Fenomena Tarik Ulur Kurikulum Pendidikan

Tulisan ini dimuat di Opini Kabar Priangan

Oleh: Dede Taufik, S.Pd.
Sejarah baru dalam dunia pendidikan dimana terjadinya fenomena tarik ulur dalam penerapan kurikulum pendidikan di sekolah. Kurikulum 2006 yang dikenal sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pada Juli 2013 secara resmi digantikan oleh Kurikulum 2013 yang diterapkan terlebih dahulu di sekitar 6.221 sekolah mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan menengah atas dan secara serentak diterapkan di seluruh sekolah mulai tahun ajaran 2014/2015. Akan tetapi, setelah terjadi pergantian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dari Mohammad Nuh dalam Kabinet Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang digantikan oleh Anies Baswedan dalam Kabinet Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) Kurikulum pun mengalami pergantian.
Hal yang menarik pada pergantian kurikulum saat ini adalah terjadinya fenomena tarik ulur antara KTSP dan Kurikulum 2013. Jika sebelumnya, Kurikulum 2013 tersebut diterapkan untuk menggantikan KTSP dengan alasan sebagai bentuk penyempurnaannya, namun kali ini Kurikulum 2013 pun dihentikan dan digantikan kembali oleh kurikulum sebelumnya yaitu KTSP, dengan alasan ditemukannya beberapa fakta kalau sebagian sekolah belum siap melaksanakannya karena masalah kesiapan buku, sistem penilaian, penataran guru, pendampingan guru, dan pelatihan kepala sekolah.
Menurut Anies Baswedan, keputusan untuk menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 dan kembali pada KTSP merupakan langkah yang tepat bagi pendidikan nasional karena penerapan Kurikulum 2013 tidak diimbangi oleh kesiapan pelaksanaannya. Penerapan yang dinilai terlalu tergesa-gesa tersebut membuat peserta didik dan kebanyakan guru mengalami kesulitan untuk mengaplikasikannya di sekolah. Padahal, guru merupakan kunci utama dalam menyukseskan kurikulum tersebut dengan menjadikan pembelajaran lebih bermakna dan menciptakan peserta didik yang mampu berprestasi baik di bidang akademik maupun non-akademik.
Keputusan penghentian yang diambil oleh Mendikbud yang baru memang sangat berani, sehingga hal itu mendapat kritikan dari mantan Mendikbud selaku penggagas Kurikulum 2013. Menurut Mohammad Nuh, kembalinya pada kurikulum sebelumnya (KTSP) merupakan langkah mundur karena secara substansi, Kurikulum 2013 dinilainya tidak ada masalah. Selain itu, bukti yang ditunjukkan jika substansinya tidak ada masalah adalah dengan tetap diberlakukannya bagi sekolah-sekolah yang telah menerapkannya selama tiga semester, yaitu mulai tahun ajaran 2013/2014.
Dengan terjadinya fenomena tarik ulur kurikulum pendidikan dari Kurikulum 2013 ke KTSP, tentunya akan memunculkan persoalan yang baru, seperti halnya menyangkut Data Pokok Pendidikan (Dapodik), terlanjurnya pembelian buku kurikulum 2013 yang sudah dikirim ke sekolah, dan teknis penggunaan KTSP dalam masa transisi. Bukan hanya itu, peserta didik yang dijadikan target pembelajaran pun akan merasakan kebingungan dan tidak menutup kemungkinan mengganggu terhadap psikologisnya akibat perubahan yang terlalu cepat.
Di Tasikmalaya sendiri, fenomena tarik ulur kurikulum yang dilakukan oleh Mendikbud yang baru tersebut menjadi buah bibir yang menarik untuk dibahas. Munculnya pro dan kontra terhadap keputusan penghentian Kurikulum 2013 di kalangan guru sendiri. Bukan masalah kerumitan dalam menerapkan Kurikulum 2013, lalu akhirnya merasa sangat bahagia karena telah diputuskan untuk dihentikan, melainkan waktu pengambilannya yang tidak tepat yaitu di tengah-tengah tahun ajaran yang sedang berjalan. Harapannya Kurikulum 2013 tersebut tetap dilanjutkan selama satu tahun ajaran penuh yaitu pada semester satu dan semester dua tahun ajaran 2014/2015.
Apabila kita cermati secara seksama, setidaknya terdapat sepuluh perbedaan mendasar antara Kurikulum 2013 dan KTSP. Kalau dalam Kurikulum 2013 hal mendasarnya yaitu: Pertama, SKL  (Standar Kompetensi Lulusan) ditentukan terlebih dahulu, melalui Permendikbud No 54 Tahun 2013. Setelah itu baru ditentukan Standar Isi, yang berbentuk Kerangka Dasar Kurikulum, yang dituangkan dalam Permendikbud No 67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013. Kedua, aspek kompetensi lulusan ada keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Ketiga, di jenjang SD Tematik Terpadu untuk kelas I-VI. Keempat, Jumlah jam pelajaran per minggu lebih banyak dan jumlah mata pelajaran lebih sedikit dibanding KTSP. Kelima, Proses pembelajaran setiap tema di jenjang SD dan semua mata pelajaran di jenjang SMP/SMA/SMK dilakukan dengan pendekatan ilmiah (saintific approach), yaitu standar proses dalam pembelajaran terdiri dari Mengamati, Menanya, Mengolah, Menyajikan, Menyimpulkan, dan Mencipta. Keenam, TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) bukan sebagai mata pelajaran, melainkan sebagai media pembelajaran. Ketujuh, standar penilaian menggunakan penilaian otentik, yaitu mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil. Kedelapan, Pramuka menjadi ekstrakuler wajib. Kesembilan, Pemintan (Penjurusan) mulai kelas X untuk jenjang SMA/MA. Kesepuluh, BK lebih menekankan mengembangkan potensi siswa.
Sementara hal mendasar dalam KTSP, yaitu: Pertama, standar Isi ditentukan terlebih dahulu melaui Permendiknas No 22 Tahun 2006. Setelah itu ditentukan SKL (Standar Kompetensi Lulusan) melalui Permendiknas No 23 Tahun 2006. Kedua, lebih menekankan pada aspek pengetahuan. Ketiga, di jenjang SD Tematik Terpadu untuk kelas I-III. Keempat, Jumlah jam pelajaran lebih sedikit dan jumlah mata pelajaran lebih banyak dibanding Kurikulum 2013. Kelima, Standar proses dalam pembelajaran terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi. Keenam, TIK sebagai mata pelajaran. Ketujuh, Penilaiannya lebih dominan pada aspek pengetahuan. Kedelapan, Pramuka bukan ekstrakurikuler wajib. Kesembilan, Penjurusan mulai kelas XI. Kesepuluh, BK lebih pada menyelesaikan masalah siswa.
Mengingat jauhnya perbedaan mendasar antara Kurikulum 2013 dan KTSP tersebut akan menjadikan kebingungan bagi guru untuk menerapkan dua kurikulum sekaligus dalam satu tahun ajaran, yaitu Kurikulum 2013 dalam semester ganjil dan KTSP dalam semester genap. Menurut hemat penulis, idealnya Kurikulum 2013 tersebut tetap diterapkan di sekolah sampai akhir tahun ajaran 2014/2015 agar tidak munculnya persoalan baru seperti yang telah disebutkan di atas. Penulis pun memprediksikan jika Kurikulum 2013 akan tetap diberlakukan oleh beberapa sekolah, meskipun Peraturan Menteri (Permen) penghentian Kurikulum 2013 telah ditandatangi pada tanggal 5 Desember 2014 dan disebarkan ke seluruh sekolah karena memiliki alasan yang cukup kuat yaitu menyelesaikan dengan tuntas sampai akhir tahun ajaran 2014/2015. 

0 Comments

Post a Comment