Pendidikan Bagi Anak Tunalaras

Pendidikan Bagi Anak Tunalaras

PENDIDIKAN BAGI ANAK TUNALARAS

A. PENGANTAR
Dalam sistem pendidikan nasional diadakan pengaturan pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental.
Peserta didik yang menyandang kelainan demikian juga memperoleh pendidikan yang layak, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang dalam hal ini menyatakan dengan singkat dan jelas bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran” yang ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus” Hak masing-masing warga negara untuk memperoleh pendidikan dapat diartikan sebagai hak untuk memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan tamatan pendidikan dasar. Tentu saja kelainan yang disandang oleh peserta didik yang bersangkutan menuntut penyelenggaraan pendidikan sekolah yang lain dari pada penyelenggaraan pendidikan sekolah biasa. Oleh sebab itu, jenis pendidikan yang diadakan bagi peserta didik yang berkelianan disebut Pendidikan Luar Biasa.
Saat ini satu unit di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, yaitu Direktorat Pendidikan Luar Biasa memikul tanggung jawab atas pelayanan pendidikan bagi peserta didik penyandang kelainan untuk tingkat nasional. Untuk tingkat daerah, unit yang bertanggung jawab atas Pendidikan Luar Biasa adalah Subdin PLB/Subdin yang menangani PLB pada Dinas Pendidikan Propinsi.
Lembaga Pendidikan Luar Biasa yang ada sekarang ini adalah Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu.
Ada beberapa jenis Sekolah Luar Biasa (SLB) yaitu Sekolah Luar Biasa bagian Tunanetra (SLB bagian A), Sekolah Luar Biasa bagian Tunarungu (SLB bagian B), Sekolah Luar Biasa bagian Tunagrahita (SLB bagian C), Sekolah Luar Biasa bagian Tunadaksa (SLB bagian D), Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras (SLB bagian E), dan Sekolah Luar Biasa bagian Tunaganda (SLB bagian G).
Agar para pembina, pelaksanana di lapangan dan organisasi sosial kemasyarakatan memiliki bekal dan persepsi yang sama tentang lembaga Pendidikan Luar Biasa, khususnya untuk Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras (SLB bagian E), maka perlu disusun informasi tentang Pelayanan Pendidikan bagi Anak Tunalaras.

B. PENGERTIAN
1. Anak tunalaras, yang dimaksud disini adalah anak yang mengalami hambatan/kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial, bertingkah laku menyimpang dari norma-norma yang berlaku dan dalam kehidupan sehari-hari sering disebut anak nakal sehingga dapat meresahkan/ mengganggu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
2. Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras, adalah suatu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus bagi anak tunalaras. Saat ini penyelenggara pendidikan anak tunalaras ialah Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kehakiman, Departemen Sosial, dan lembaga social atau yayasan.
3. Pendidikan Terpadu, adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan bagi anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus, termasuk tunalaras yang diselenggarakan bersama-sama anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum umum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan. Adapun mata pelajaran yang tidak dapat dilaksanakan oleh anak yang memerlukan layanan khusus tersebut diganti dengan pelajaran lain yang dapat dilakukan oleh anak yang bersangkutan.
4. Kelas Khusus, adalah suatu bentuk pelayanan pendidikan bagi anak yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus, termasuk anak tunalaras melalui kelompok belajar di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum umum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan.
5. Guru Pembimbing Khusus/Guru Bantu, adalah guru khusus yang tertugas di sekolah umum untuk memberikan bimbingan dan pelayanan kepada anak tunalaras yang mengalami kesulitan dalam mengikuti pendidikan dan sosialisasi dalam kehidupan sehari-hari di sekolah yang menyelenggarakan program Pendidikan Terpadu bagi anak tunalaras.

C. DASAR
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar.
4. Peraturan Pemerinta No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah.
5. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1990 tentang Pendidikan Luar Biasa.
6. Keputusan Mendikbud No. 002/U/1986 tentang Pendidikan Terpadu bagi Anak Cacat.
7. Keputusan Mendikbud No. 0491/U/1992 tentang Pendidikan Luar Biasa.
8. Keputusan Mendikbud No. 0126/U/1994 tentang Kurikulum Pendidikan Luar Biasa.
9. Keputusan Mendiknas No. 031/O/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.

D. TUJUAN
Tujuan penulisan buku ini adalah:
1. Memberikan wawasan dan pedoman kepada pembina, pelaksana pendidikan di lapangan dan organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan tentang layanan pendidikan bagi anak tunalaras.
2. Setelah membaca Informasi tentang Layanan Pendidikan bagi Anak Tunalaras ini, diharapkan pembaca (terutama para pembina dan pelaksana pendidikan di lapangan serta organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan) memiliki persepsi yang sama terhadap penyelenggaraan pendidikan bagi anak tunalaras.

E. PENGGOLONGAN ANAK TUNALARAS
Penggolongan anak tunalaras dapat ditinjau dari segi gangguan atau hambatan dan kualifikasi berat ringannya kenakalan, dengan penjelasan sbb :
1. Menurut jenis gangguan atau hambatan
a. Gangguan Emosi
Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat cepat marah, dan releks-tertekan.
Secara umum emosinya menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekandan merasa cemas
Gangguan atau hambatan terutama tertuju pada keadaan dalam dirinya. Macam-macam gejala hambatan emosi, yaitu:
• Gentar, yaitu suatu reaksi terhadap suatu ancaman yang tidak disadari, misalnya ketakutan yang kurang jelas obyeknya.
• Takut, yaitu rekasi kurang senang terhadap macam benda, mahluk, keadaan atau waktu tertentu. Pada umumnya anak merasa takut terhadap hantu, monyet, tengkorak, dan sebagainya.
• Gugup nervous, yaitu rasa cemas yang tampak dalam perbuatan-perbuatan aneh. Gerakan pada mulut seperti meyedot jari, gigit jari dan menjulurkan lidah. Gerakan aneh sekitar hidung, seperti mencukil hidung, mengusap-usap atau menghisutkan hidung. Gerakan sekitar jari seperti mencukil kuku, melilit-lilit tangan atau mengepalkan jari. Gerakan sekitar rambut seperti, mengusap-usap rambut, mencabuti atau mencakar rambut.
Demikian pula gerakan-gerakan seperti menggosok-menggosok, mengedip-ngedip mata dan mengrinyitkan muka, dan sebagainya.
• Sikap iri hati yang selalu merasa kurang senang apabila orang lain memperoleh keuntungan dan kebahagiaan.
• Perusak, yaitu memperlakukan bedan-benda di sekitarnya menjadi hancur dan tidak berfungsi.
• Malu, yaitu sikap yang kurang matang dalam menghadapi tuntunan kehidupan. Mereka kurang berang menghadapi kenyataan pergaulan.
7) Rendah diri, yaitu sering minder yang mengakibatkan tindakannya melanggar hukum karena perasaan tertekan.
b. Gangguan Sosial
Anak ini mengalami gangguan atau merasa kurang senang menghadapi pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah seperti sikap bermusuhan, agresip, bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala, menentang menghina orang lain, berkelahi, merusak milik orang lain dan sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu ketenteraman dan kebahagiaan orang lain.
Beberapa data tentang anak tunalaras dengan gangguan sosial antara lain adalah:
• Mereka datang dari keluarga pecah (broken home) atau yang sering kena marah karena kurang diterima oleh keluarganya.
• Biasa dari kelas sosial rendah berdasarkan kelas-kelas sosial.
• Anak yang mengalami konflik kebudayaan yaitu, perbedaan pandangan hidup antara kehidupan sekolah dan kebiasaan pada keluarga.
• Anak berkecerdasan rendah atau yang kurang dapat mengikuti kemajuan pelajaran sekolah.
• Pengaruh dari kawan sekelompok yang tingkah lakunya tercela dalam masyarakat.
• Dari keluarga miskin.
• Dari keluarga yang kurang harmonis sehingga hubungan kasih sayang dan batin umumnya bersifat perkara.
Salah satu contoh, kita sering mendengar anak delinkwensi. Sebenarnya anak delinkwensi merupakan salah satu bagian anak tunalaras dengan gangguan karena social perbuatannya menimbulkan kegocangan ketidak bahagiaan/ketidak tentraman bagi masyarakat. Perbuatannya termasuk pelanggaran hukum seperti perbuatan mencuri, menipu, menganiaya, membunuh, mengeroyok, menodong, mengisap ganja, anak kecanduan narkotika, dan sebagainya.
2. Klasifikasi berat-ringannya kenakalan
Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan pedoman untuk menetapkan berat ringan kriteria itu adalah:
a. Besar kecilnya gangguan emosi, artinya semikin tinggi memiliki perasaan negative terhadap orang lain. Makin dalam rasa negative semakin berat tingkat kenakalan anak tersebut.
b. Frekwensi tindakan, artinya frekwensi tindakan semakin sering dan tidak menunjukkan penyesalan terhadap perbuatan yang kurang baik semakin berat kenakalannya.
c. Berat ringannya pelanggaran/kejahatan yang dilakukan dapat diketahui dari sanksi hukum.
d. Tempat/situasi kenalakan yang dilakukan artinya Anak berani berbuat kenakalan di masyarakat sudah menunjukkan berat, dibandingkan dengan apabila di rumah.
e. Mudah sukarnya dipengaruhi untk bertingkah laku baik. Para pendidikan atau orang tua dapat mengetahui sejauh mana dengan segala cara memperbaiki anak. Anak “bandel” dan “keras kepala” sukar mengikuti petunjuk termasuk kelompok berat.
f. Tunggal atau ganda ketunaan yang dialami. Apabila seorang anak tunalaras juga mempunyai ketunaan lain maka dia termasuk golongan berat dalam pembinaannya.
Maka kriteria ini dapat menjadi pedoman pelaksanaan penetapan berat-ringan kenakalan untuk dipisah dalam pendidikannya.

F. TEKNIK MENGENAL ANAK TUNALARAS
Ada beberapa cara untuk menetapkan tunalaras, yaitu:
1. Psikotes
Psikotes dilakukan untuk mengetahui kematangan sosial dan gangguan emosi. Sedangkan alat tes yang lain yaitu tes proyektif yang memiliki beberapa jenis tes yaitu :
a. Tes Rorchach. Tes ini memberikan gambaran mengenai keseluruhan kepribadian, kelainan dan perlunya psikoterapi. Gambaran ini ditafsirkan dari reaksi anak terhadap gambar-gambar yang terbuat dari tetesan tinta.
b. Thematic Apperception Test (TAT). Tes ini memperlihatkan berbagai situasi-emosi dalam bentuk gambar-gambar. Gambaran kepribadian nampak dari tafsiran anak mengenai situasi emosi tersebut untuk itu disediakan skala khusus.
c. Tes Gambar Orang. Dalam tes ini persoalan-persoalan emosi nampak dari gambar yang harus dibuat oleh anak. Gambarnya ialah seorang laki-laki dan seorang perempuan.
d. Dispert Fable Tes. Tes ini memberikan gambaran mengenai: iri hati, rasa dosa, rasa cemas, tanggapan terhadap diri sendiri, ketergantungan kepada orang tua, dan sebagainya.
Yang berhak melakukan psikotes dan mengumumkannya adalah psikolog, psikiater, dan counselor, atau orang lain di bawah bimbingannya. Tenaga-tenaga ini ada yang membuka praktek sendiri, ada pula yang tidak membuka praktek sendiri tetapi bekerja di Fakultas Psikologi, Fakultas Kedokteran, Lembaga Kesehatan Jiwa, Balai Bimbingan dan Penyuluhan, Biro Konsultasi Psikologi, dan sebagainya.
2. Sosiometri
Sosiometri adalah alat tes yang digunakan untuk melihat/ mengetahui suka atau tidaknya seseorang. Caranya ialah tanyakan kepada para anggota kelompok siapa diantara anggotanya yang mereka sukai. Setiap anggota hendaknya memilih menurut pilihannya sendiri. Dari jawaban itu akan diketahui siapa yang lain disukai oleh para anggota.
Perlu diperingatkan bahwa hasil-hasil sosiometri adalah hasil sementara yang perlu ditelaah lebih lanjut. Anak yang terpencil dalam suatu saat belum tentu anak yang tunalaras, bahkan mungkin tidak terpencil lagi dalam sosiometri berikutnya. Walaupun demikian, sosiometri dapat dipakai bersama-sama dengan cara yang lain.
3. Membandingkan dengan tingkah laku anak pada umumnya
Keadaan tunalaras dapat diketahui dengan jalan membandingkan tingkah laku anak dengan tingkah laku anak pada umumnya. Pekerjaan membandingkan boleh dilakukan oleh setiap orang dewasa.
Anak yang jahat dapat diketahui jahatnya oleh masyarakat. Demikian juga anak yang tidak jahat tetapi kelakuannya tidak sesuai dengan norma yang berlaku, diketahui oleh masyarakat. Masyarakat mempunyai ketentuan-ketentuan untuk menetapkan jahat dan tidaknya atau serasi dan tidaknya tingkah laku para anggotanya. Siapa yang melanggar ketentuan ini akan dibenci, dimarahi, diasingkan, malah ditindak, tetapi yang baik akan dihargai , diterima kehadirannya malah dipuji.
Adanya gangguan emosi dan gangguan sosial karena penyesuaian yang salah (maladjustment) tanda-tandanya antara lain :
a. Hubungan antar keluarga, teman sepermainan, teman sekolah, ditanggapi dengan tidak menyenangkan.
b. Segan bergaul, terasing.
c. Suka melarikan diri dari tanggung-jawab.
d. Menangis, kecewa, berdusta, menipu, mencuri, menyakiti hati dan sebagainya, atau sebaliknya, sangat ingin dipuji, tak pernah menyulitkan orang lain dan sebagainya.
e. Penakut dan kurang percaya pada diri sendiri.
f. Tidak mempunyai inisiatif dan tanggung jawab, kurang keberanian dan sangat tergantung pada orang lain.
g. Agresif terhadap diri sendiri, curiga, acuh tak acuh, banyak hayal.
h. Memperlihatkan perbuatan gugup misalnya: menggigit kuku, komat-kamit, dan sebagainya.
Anak tunalaras memiliki rasa harga diri kurang dengan tanda-tanda antara lain :
a. Terlalu mempersoalkan kekurangan diri, sering minta maaf, takut tampil di muka umum, takut bicara dan sebagainya.
b. Mengeluh dengan nada nasib malang.
c. Segan melakukan hal-hal yang baru atau yang dapat mengungkapkan kekurangannya.
d. Selalu ingin sempurna, tidak puas dengan apa yang telah diperbuat.
e. Sikap introvert (lebih banyak mengarahkan perhatian kepada diri sendiri).
Adapun rasa harga diri kurang yang tersembunyi, antara lain:
a. Bernada murung, cepat merasa tersinggung.
b. Merasa tidak enak badan, sakit buatan, dan sebagainya.
c. Berpura-pura lebih dari orang lain: menonjolkan diri, bicara lantang, merendahkan orang lain.
d. Membuat kompensasi.
e. Menjalankan perbuatan jahat.
4. Memeriksakan ke Biro Konsultasi Psikolog
Kadang-kadang kita tidak dapat membedakan apakah seorang anak tunalaras atau bukan. Dalam hal demikian kita dapat meminta bantuan Biro Konsultasi Psikolog, karena biro tersebut melibatkan tenaga ahli yang terkait. Wewenang biro ini terutama adalah menentukan apakah seseorang mengalami gangguan emosi social atau tidak.
Setelah selesai ditelaah dan dianalisa biro tersebut akan bersedia memberikan petunjuk terarah mengenai anak tersebut, misalnya meminta agar kita lebih mendekati anak, menitipkannya di salah satu lembaga pendidikan, dan sebagainya. Kalau perlu, biro juga akan membuat keterangan agar dapat dipakai oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Memeriksakan ke Klinik Psikiatri Anak
Bentuk usaha lain untuk mengetahui anak tunalaras adalah dengan memeriksakan ke klinik psikiatri anak. Tugas pokoknya ialah melakukan usaha rehabilitasi dan penyembuhan terhadap mereka yang mengalami kelainan psikis, tetapi juga dapat menetapkan apakah seseorang mempunyai kelainan tunalaras atau tidak.
Dalam surat keterangan yang dikeluarkan oleh klinik psikiatri anak menyebutkan istilah antara lain: anxiety hysteria, conversion hysteria, sexual perversion, obsessional neurosis, psychose anak dll dengan arti istilah-istilah tersebut adalah:
a. Anxiety hysteria: merasa takut pada sesuatu atau pada seseorang tanpa alasan yang dapat diterima. Perasaan ini lahir dari usaha menekan hasrat-hasrat yang sifatnya naluriah.
b. Conversion hysteria: mempunyai gangguan pada fungsi beberapa anggota tubuh, perbuatan gangguan pada pendirian. Gangguan tersebut lahir dari usaha yang lama menekan hasrai-hasrat yang sifatnya naluriah.
c. Obsessional neurosis: cepat menuduh, banyak dalih, menutup diri, kaku berjalan, dan sebagainya. Ini semua adalah pernyataan dari hati yang sangat sensitive dan takut diserang. Hal ini juga timbul dari usaha menoleh sesuatu hasrat.
d. Sexual perversion: suka menikmati sexual secara tidak wajar, seperti mengintip, melakukan hubungan dengan teman sejenis.
e. Character neuroses: perubahan tingkah laku yang lahir dari konflik batin yang tidak mendapat penyelesaian.
f. Psychose Anak: mempunyai kesulitan menyesuaikan diri terhadap segala-galanya.

G. PENYELENGGARAAN SEKOLAH BAGI ANAK TUNALARAS
1. Pelayanan Pendidikan
Bentuk pelayanan pendidikan dapat diselenggarakan di SLB khusus bagi anak tunalaras (SLB-E). Berdasarkan data statistik tahun 2003 yang dikeluarkan Direktorat Pendidikan Luar Biasa menyebutkan bahwa jumlah anak tunalaras sebanyak 351 orang, dengan jumlah 12 (dua belas) Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras (lihat lampiran).
Ada pula Departemen terkait yang memberikan pelayanan pendidikan bagian anak nakal yaitu Departemen Kehakiman dan Departemen Sosial. Pada umumnya Departemen Kehakiman menampung “anak negara” yaitu anak delinkwensi atas putusan pengadilan dicabut hak mendidik dari orang tuanya kemudian diambil oleh pemerintah. Mereka dipelihara sampai berumur 18 tahun sebagai batas ukuran dewasa.
Sedangkan Departemen Sosial memelihara mereka berdasar titipan dari orangtua, karena orangtua sudah merasa kewalahan. Atau hasil razia anak gelandangan atau terlantar yang sulit bila dikembalikan kepada orangtuanya karena keadaan tidak mampu atau sangat miskin.
Di dalam pelaksanaan penyelenggaraannya kita mengenal macam-macam bentuk penyelenggaraan pendidikan anak tunalaras/sosial sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan di sekolah reguler. Jika diantara murid di sekolah tersebut ada anak yang menunjukan gejala kenakalan ringan segera para pembimbing memperbaiki mereka. Mereka masih tinggal bersama-sama kawannya di kelas, hanya mereka mendapat perhatian dan layanan khusus.
b. Kelas khusus apabila anak tunalaras perlu belajar terpisah dari teman pada satu kelas. Kemudian gejala-gejala kelainan baik emosinya maupun kelainan tingkah lakunya dipelajari. Diagnosa itu diperlukan sebagai dasar penyembuhan. Kelas khusus itu ada pada tiap sekolah dan masih merupakan bagian dari sekolah yang bersangkutan. Kelas khusus itu dipegang oleh seorang pendidik yang berlatar belakang PLB dan atau Bimbingan dan Penyuluhan atau oleh seorang guru yang cakap membimbing anak.
c. Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras tanpa asrama Bagi Anak Tunalaras yang perlu dipisah belajarnya dengan kata kawan yang lain karena kenakalannya cukup berat atau merugikan kawan sebayanya.
d. Sekolah dengan asrama. Bagi mereka yang kenakalannya berat, sehingga harus terpisah dengan kawan maupun dengan orangtuanya, maka mereka dikirim ke asrama. Hal ini juga dimaksudkan agar anak secara kontinyu dapat terus dibimbing dan dibina. Adanya asrama adalah untuk keperluan penyuluhan.
2. Bentuk satuan dan Lama Pendidikan
a. Bentuk satuan Pendidikan Luar Biasa Tunalaras terdiri dari:
1. Sekolah Dasar Luar Biasa selanjunya disebut SDLB, merupakan bentuk satuan pendidikan yang menyiapkan siswanya untuk dapat mengikuti pendidikan pada jenjang SLTPLB (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) baik melalui pendidikan terpadu atau kelas khusus.
2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) merupakan bentuk satuan pendidikan yang menyiapkan siswanya dalam kehidupan bemasyarakat dan memberi kemungkinan untuk mengikuti pendidikan pada SMLB atau Sekolah Menengah (SMU/SMK) reguler melalui Pendidikan Terpadu dan atau kelas khusus.
3. Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB) merupakan bentuk satuan pendidikan yang menyiapkan siswanya agar memiliki keterampilan yang dapat menjadi sumber mata pencaharian sehingga dapat hidup mandiri di masyarakat atau mengikuti pendidikan di Perguruan Tinggi.
b. Lama Pendidikan
Lama pendidikan setiap satuan Pendidikan Luar Biasa tunalaras adalah sebagai berikut :
1) SDLB, berlangsung selama sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun.
2) SLTPLB, berlangsung sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.
3) SMLB, berlangsung selama sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.
3. Peserta Didik
Calon peserta didik yang dapat diterima pada satuan Pendidikan Luar Biasa tunalaras adalah sebagai berikut :
a. Sekurang-kurangnya berusia 6 (enam) tahun untuk SDLB.
b. Telah tamat dan lulus dari SDLB atau satuan pendidikan yang sederajat atau setara, untuk SLTPLB dan atau SLTP reguler.
c. Telah tamat dan lulus dari SLTPLB atau satuan pendidikan yang sederajat atau setara, untuk SMLB dan atau SMU/SMK reguler.
4. Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan pada satuan Pendidikan Luar Biasa tunalaras terdiri atas kepala sekolah, w kil kepala sekolah, guru yang berlatar belakang Pendidikan Luar Biasa khususnya tunalaras serta anggota masyarakat yang tidak dididik khusus sebagai guru Pendidikan Luar Biasa tetapi mempunyai keahlian dan kemampuan tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik dalam kegiatan belajar.
5. Program Pengajaran
a. Kurikulum SDLB meliputi :
1. Program Umum. Isi program umum Kurikulum SDLB disesuaikan dengan kurikulum Sekolah Dasar dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan belajar para siswa yang bersangkutan.
2. Program Khusus. Isi program khusus kurikulum SDLB disesuaikan dengan jenis kelainan siswa.
3. Program Muatan Lokal. Program muatan lokal kurilukum SDLB disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan, yang ditetapkan oleh Kantor Dinas Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional setempat.
b. Kurikulum SLTPLB meliputi :
1. Program Umum. Isi program umum Kurikulum SLTPLB disesuaikan dengan kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan belajar para siswa yang bersangkutan.
2. Program Khusus. Isi program khusus kurikulum SLTPLB disesuaikan dengan jenis kelainan siswa.
3. Program Muatan Lokal
Program muatan lokal kurilukum SLTPLB disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan, yang ditetapkan oleh Kantor Dinas Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional setempat.
4. Program Pilihan
Isi program pilihan kurikulum SLTPLB berupa paket-paket keterampilan yang dapat dipilih siswa dan diarahkan pada penguasaan satu jenis keterampilan atau lebih yang dapat menjadi bekal hidup di masyarakat.
c. Kurikulum SMLB meliputi :
1. Program Umum. Isi program umum Kurikulum SMLB disesuaikan dengan kurikulum Sekolah Menengah dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan belajar para siswa yang bersangkutan.

2) Program Pilihan. Isi program pilihan kurikulum SMLB berupa paket-paket keterampilan yang dapat dipilih siswa dan diarahkan pada penguasaan satu jenis keterampilan atau lebih yang dapat menjadi bekal hidup di masyarakat.
6. Bimbingan dan Rehabilitas
bingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam upaya menemukan pribadi, menguasai masalah yang disebabkan oleh kelainan yang disandang, mengenali lingkungan dan merencanakan masa depan. Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing.
Rehabilitasi merupakan upaya bentuan medik, sosial, dan keterampilan yang diberikan kepada peserta didik agar mampu mengikuti pendidikan. Bimbingan dan rehabilitasi melibatkan para ahli terapi fisik, ahli terapi bicara, dokter umum, dokter spesialis, ahli psikologi, ahli pendidikan luar biasa, perawat dan pekerja sosial.
7. Pola Penyelenggaraan
Untuk menjamin kesesuaian program pendidikan luar biasa tunalaras dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan, kemampuan peserta didik tunalaras serta efektivitas dan efesiensi, penyelenggaraan pendidikan luar biasa tunalaras dapat memilih pola-pola berikut :
a. Pendidikan Luar Biasa tunalaras merupakan gabungan semua satuan pendidikan. Menurut pola ini, hanya terdapat satu bentuk yang menyelenggarakan semua satuan pendidikan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan.
b. Pendidikan Luar Biasa tunalaras dibagi menurut satuan pendidikan. menurut pola ini terdapat 3 (tiga) bentuk yaitu SDLB, SLTPLB dan SMLB yang masing-masing disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan.
Penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didik tunalaras yang memiliki kecerdasan normal dapat dilaksanakan bersama dengan anak normal melalui pendidikan terpadu dan atau kelas khusus.

H. PROGRAM PEMBINAAN SEKOLAH
1. Program Bidang Pengajaran
Isi program bidang pengajaran pada prinsipnya sama dengan sekolah reguler. Mengingat kondisi anak tunalaras pada umumnya malas untuk belajar, maka sifat pengajaran kepada mereka juga bersifat penyuluhan atau yang disebut remedial teaching. Remedial teaching maksudnya membantu murid dalam kesulitan belajar.
Sistem pengajaran bersifat klasikal. Ada kemungkinan dalam satu kelas terdiri dari beberapa anak yang mengikuti program pengajaran secara berbeda-beda. Jumlah murid tiap-tiap kelas sekurang-kurangnya tiga orang dan sebanyak-banyaknya 12 orang.
Banyak sedikitnya jumlah murid tiap kelas ditentukan oleh:
a. Faktor kecakapan guru melayani individu.
b. Makin muda usia makin kecil jumlahnya.
c. Ambang perbedaan umur tidak besar.
d. Fasilitas ruangan.
Para guru di sekolah bagi anak tunalaras perlu memahami teknik diagnosik kesulitan belajar, kemudian cara membimbing disesuaikan dengan bakat dan kemampuan tiap-tiap murid.
2. Program Bimbingan Penyuluhan
Program-program ditawarkan dalam bimbingan dan penyuluhan antara lain :
a. Program bimbingan penyuluhan suasana hidup keagamaan di asrama.
b. Program keterampilan.
c. Program belajar di sekolah reguler (terpadu dan atau kelas khusus).
d. Program bimbingan kesenian.
e. Program kembali ke orangtua.
f. Program kembali ke masyarakat.
g. Program bimbingan kepramukaan
.

I. PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
Yang menjadi sasaran pokok dalam pengembangan adalah usaha pemerataan dan perluasan kesempatan belajar dalam rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar. Biasanya anak tunalaras itu segera saja dikeluarkan dari sekolah karena dianggap membahayakan. Dengan usaha pengembangan sekolah bagi anak tunalaras ini berarti kita memberi wadah seluas-luasnya atau tempat mereka memperoleh berbaikan kepribadiannya.
Dengan adanya sekolah bagi anak tunalaras berarti membantu para orangtua anak yang sudah kewalahan mendidik puteranya, membantu para guru yang selalu diganggu apabila sedang mengajar dan mengamankan kawan-kawannya terhadap gangguan anak nakal.
Pengembangan pendidikan bagi anak tunalaras sebaiknya paralel atau dikaitkan dengan mengintensifkan usaha Bimbingan Penyuluhan di sekolah reguler. Sehingga apabila anak itu tidak mengalami perbaikan dari usaha bimbingan dan penyuluhan dari kelas khusus maka mereka dikirim ke Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras.

J. PENUTUP
Tujuan diselenggarakannya layanan pendidikan bagi anak tunalaras adalah untuk membantu anak didik penyandang perilaku sosial dan emosi, agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam menggalakkan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan selanjutnya.
Sedangkan bentuk layanan pendidikan bagi anak tunalaras dapat dilaksanakan melalui usaha bimbingan dan menyuluhan yang intensif di sekolah reguler atau melalui Pendidikan Terpadu dan atau kelas khusus di sekolah reguler (SD, SLTP, SMU, SMK), serta penyelengara Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras tanpa asrama dan atau Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras dengan asrama.
Adapun program pembinaan layanan pendidikan khusus tunalaras dapat dilaksanakan melalui bidang pengajaran dan program bimbingan dan penyuluhan. Dalam pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan perlu melibatkan ahli-ahli terkait (guru, pengasuh, psikolog, pekerja sosial dan lain-lain) dengan maksud untuk sama-sama membahas perbaikan dan kemajuan siswa.
Dengan tersusunnya informasi tentang pelayanan pendidikan bagi anak Tunalaras diharapkan para pembaca (pembina dilapangan, guru dan organisasi sosial ke masyarakat yang bergerak dalam bidang pendidikan) memiliki persepsi yang sama terhadap perkembangan Pendidikan Luar Biasa sehingga pelaksanaan program-program pendidikan dapat terlaksana sesuai dengan harapan.
Peristilahan dan Batasa-batasan Tunagrahita

Peristilahan dan Batasa-batasan Tunagrahita

PERISTILAHAN DAN BATASAN-BATASAN TUNAGRAHITA
Peristilahan Tunagrahita(B3PTKSM, p. 19)
 Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (mental retardation)
Tuna berarti merugi.
Grahita berarti pikiran.
 Retardasi Mental (Mental Retardation/Mentally Retarded) berarti terbelakang mental.
Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
1. Lemah fikiran ( feeble-minded);
2. Terbelakang mental (Mentally Retarded);
3. Bodoh atau dungu (Idiot);
4. Pandir (Imbecile);
5. Tolol (moron);
6. Oligofrenia (Oligophrenia);
7. Mampu Didik (Educable);
8. Mampu Latih (Trainable);
9. Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat;
10. Mental Subnormal;
11. Defisit Mental;
12. Defisit Kognitif;
13. Cacat Mental;
14. Defisiensi Mental;
15. Gangguan Intelektual

APAKAH TUNAGRAHITA ITU?
American Asociation on Mental Deficiency/AAMD dalam B3PTKSM, (p. 20), mendefinisian Tunagrahita sebagai kelainan:
1. yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes;
2. yang muncul sebelum usia 16 tahun;
3. yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.
Sedangkan pengertian Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut:
1. Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku.
2. Kekurangan dalam perilaku adaptif.
3. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu anatara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
Pendidikan Bagi Anak Tuna Ganda

Pendidikan Bagi Anak Tuna Ganda

PENDIDIKAN BAGI ANAK TUNAGANDA

A. PENDAHULUAN
Kenyataan dalam kehidupan di masyarakat membuktikan bahwa anak-anak yang berkelainan tidak selalu mempunyai perumusan kategori-kategori yang tepat. Mereka dengan gangguan pendengaran, pengelihatan, mental, dan sosial prilaku yang dialami menyebabkan masing-masing memiliki perbedaan-perbedaan individual yang memerlukan layanan kebutuhan khusus yang spesifik pula. Layanan tersebut menjadi sangat esensial terutama bagi anak-anak yang memiliki jenis kelainan kategori berat (yang memiliki lebih dari satu jenis kelainan). Anak-anak semacam ini atau disebut tunaganda lebih heterogen dibandingkan dengan anak-anak yang hanya mengalami satu jenis kelainan dalam hal layanan kebutuhan khusus yang dibutuhkan, termasuk pendidikannya.
Booklet ini disusun dalam rangka untuk memberikan informasi yang sejelas-jelasnya kepada para pembina dan pengelola pendidikan, pejabat dan tokoh masyarakat terkait, para orang tua dan anak tentang pengertian, klasifikasi, pravalensi, dan peyebab tunaganda. Dengan adanya persamaan pemahaman dan persepsi tersebut, maka pembinaan pendidikan luar biasa bagi anak-anak tunaganda akan mendapatkan dukungan dan kepedulian dari berbagai elemen sehingga visi “mewujudkan manusia yang mandiri” akan segera terwujud.

B. PENGERTIAN
Departemen Pendidikan Amerika Serikat memberikan pengertian anak-anak yang tergolong tunaganda adalah anak-anak yang karena mempunyai masalah-masalah jasmani, mental atau emosional yang sangat berat atau kombinasi dari beberapa masalah tersebut, sehingga agar potensi mereka dapat berkembang secara maksimal memerlukan pelayanan pendidikan sosial, psikology dan medis yang melebihi pelayanan program pendidikan luar biasa secara umum, (Heward dan Orlansky,1988, p:370). Sementara itu, beberapa ahli pendidikan luar biasa menggunakan pendekatan perkembangan anak untuk memberikan pengertian tentang anak tunaganda. Seorang individu yang berusia 21 tahun tetapi tingkat perkembangan fungsi-fungsinya hanya setengah atau kurang dari tingkat perkembangan yang seharusnya dicapai berdasarkan usia kronologis, dianggap sebagai anak yang mengalami tunaganda. Walaupun, ada kelompok lain yang beranggapan bahwa pendekatan perkembangan tersebut kurang relevan terhadap populasi ini. Sebagai penggantinya, mereka memberikan penekanan bahwa seorang anak yang tergolong tunaganda adalah anak yang memerlukan latihan dalam hal keterampilan-ketrampilan dasar, misalnya dalam bergerak dari satu tempat ke tempat lain tanpa bantuan, dalam berkomunikasi dengan orang lain, dalam mengontrol fungsi-fungsi perut dan kandungan kemih dan makan sendiri (Sontag, Smith dan Sailor seperti di kutip oleh Heward dan Orlansky,1988). Sebagian besar anak-anak reguler biasanya dapat melakukan keterampilan-keterampilan dasar pada usia 5 tahun, sementara itu anak-anak tunaganda perlu latihan-latihan khusus untuk dapat melakukannya. Mereka ini tidak dapat diberikan pengajaran akademik seperti halnya anak-anak regular pada umumnya.
Oleh karena beratnya dan banyaknya kelainan yang dimiliki oleh anak-anak tunaganda, maka tidak ada perilaku-perilaku khusus yang berlaku umum bagi semua anak yang tergolong tunaganda. Setiap anak mempunyai perbedaan dalam hal fisik, intelektual dan ciri-ciri sosial, serta masing-masing hidup dalam lingkungannya sendiri yang berbeda. Perilaku-perilaku yang sering tampak adalah sebagai berikut:
1. Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi. Hampir semua anak yang tergolong tunaganda memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam mengekspresikan atau mengerti orang lain. Banyak diantara mereka yang tidak dapat bicara atau apabila ada komunikasi mereka tidak dapat memberikan respon. Ini menyebabkan pelayanan pendidikan atau interaksi sosial menjadi sulit sekali. Anak-anak semacam ini tidak dapat melakukan tugas walaupun tugas yang paling sederhana sekalipun.
2. Perkembangan motorik dan fisik yang terbelakang. Sebagian besar anak tunaganda mempunyai keterbatasan dalam mobilitas fisik. Banyak yang tidak dapat berjalan, bahkan untuk duduk dengan sendiri . Mereka berpenampilan lamban dalam meraih benda-benda atau dalam mempertahankan kepalanya agar tetap tegak dan seringkali mereka hanya berbaring di atas tempat tidur.
3. Mereka seringkali mempunyai perilaku yang aneh dan tidak bertujuan, misalnya menggosok-gosokkan jarinya ke wajah, melukai diri (misalnya membenturkan kepala, mencabuti rambut dan sebagainya) dan karena seringnya, kejadian ini sangat mengganggu pengajaran atau interaksi sosialnya.
4. Kurang dalam ketrampilan menolong diri sendiri. Sering kali mereka tidak mampu mengurus kebutuhan dasar mereka sendiri seperti makan, berpakaian, mengontrol dalam hal buang air kecil, dan kebersihan diri sendiri. Ini memerlukan latihan-latihan khusus dalam mempelajari keterampilan-keterampilan dasar ini.
5. Jarang berperilaku dan berinteraksi yang sifatnya konstruktif. Secara umum, anak-anak yang sehat dan anak-anak yang tergolong cacat senang akan bermain dengan anak-anak yang lain, berinteraksi dengan orang dewasa, dan ada usaha mencari informasi mengenai dunia sekitarnya. Namun demikian, anak-anak yang tergolong tunaganda tampaknya sangat jauh dari dunia kenyataan dan tidak memperlihatkan emosi-emosi manusia yang normal. Sangat sukar untuk menimbulkan perhatian pada anak-anak yang tergolong tunaganda atau untuk menimbulkan respon-respon yang dapat diobservasi (Heward & Orlansky, 1988,p:372 ).
Di balik keterbatasan-keterbatasan di atas, sebenarnya anak-anak tunaganda juga mempunyai ciri-ciri positif yang cukup banyak, seperti kondisi yang ramah dan hangat, keras hati, ketetapan hati, rasa humor, dan suka bergaul. Banyak guru yang memperoleh kepuasan dalam memberikan pelayanan kepada anak-anak.

C. KLASIFIKASI
Dari sekian banyak kemungkinan kombinasi kelainan, ada beberapa kombinasi yang paling sering muncul dibandingkan kombinasi kelainan-kelainan yang lainnya, yaitu:
1. Kelainan Utama Adalah Tunagrahita
 Tunagrahita dan cerbral palsy
Ada suatu kecenderungan untuk mengasumsikan bahwa anak-anak cerbral palsy (CP) adalah anak-anak tunagrahita. Apapun penyebabnya, baik karena genetik atau factor lingkungan sehingga terjadi adanya kerusakan pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan rusaknya cerbral cortex sehingga menimbulkan tunagrahita. Namun demikian, hubungan tersebut tidak berlaku secara umum. Sebagai contoh, hasil-hasil penelitian yang dilakukan Holdman dan Freedheim terhadap seribu kasus klinik mediknya, hanya dijumpai 59% dari anak-anak CP yang dites adalah anak-anak tunagrahita (Kirk dan Gallagher, 1988). Hopkins, Bice, dan Colton mendapatkan bahwa 49 % dari 992 anak CP yang dites adalah anak tunagrahita. Sementara itu, Stephen dan Hawks memperkirakan bahwa antara 40-60% dari anak CP adalah anak tunagrahita.
Melakukan diagnosis untuk menentukan apakah seorang anak adalah tunagrahita diantara anak-anak CP dengan tes inteligensi yang baku adalah sangat sulit untuk dipercaya. Seringkali kurangnya kemampuan dalam berbicara dan lemahnya kontrol terhadap gerak-gerak spastik pada anak-anak CP memberikan kesan bahwa anak-anak tersebut adalah anak-anak tunagrahita. Pada kenyataannya, sebenarnya hanya sedikit terdapat hubungan langsung antara tingkat gangguan fisik dengan inteligensi pada anak-anak CP. Seorang anak yang spastik berat mungkin secara intelektual dapat digolongkan sebagai gifted dan anak lainnya yang mempunyai gangguan fisik ringan dapat digolongkan tunagrahita yang berat. Assesmen mengenai ketunagrahitaan pada anak-anak CP adalah benar-benar sulit dan seringkali akan memakan waktu berbulan-bulan untuk melaksanakannya. Apabila setelah melalui pengajaran yang tepat beberapa waktu lamanya seorang anak relatif tidak memperoleh kemajuan apa-apa, maka diagnosis yang mengatakan bahwa anak tersebut mengalami tunagrahita adalah tepat.
 Kombinasi Tunagrahita dan Tunarungu
Anak-anak tunarungu mengalami berbagai masalah dalam perkembangan bahasa dan komunikasi. Sementara itu, anak-anak tunagrahita akan mengalami kelambanan dan keterlambatan dalam belajar. Pada anak tunaganda, bias saja terjadi anak tersebut mengalami tunagrahita yang sekaligus tunarungu. Anak-anak yang demikian, mengalami gangguan pendengaran, memiliki fungsi intelektual di bawah rata-rata dan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya. Dengan demikian, adanya kombinasi dari ketiga keadaan tersebut menyebabkan anak-anak tunaganda memerlukan pelayanan yang lebih banyak daripada anak-anak yang mengalami tunagrahita atau tunarungu saja. Diperkirakan bahwa antara 10%-15% anak di sekolah tunagrahita adalah anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran dan dalam persentase yang sama anak-anak di sekolah tunarungu adalah anak-anak tunagrahita.
 Kombinasi Tunagrahita dan Masalah-masalah Perilaku
Telah diketahui bahwa terdapat hubungan antara tunagrahita dengan gangguan emosional. Anak-anak yang mengalami tunagrahita berat ada kemungkinan besar juga memiliki gangguan emosional. Yang tidak diketahui adalah banyaknya anak secara pasti yang menampakkan kedua kelainan tersebut bersama-sama. Ada gejala-gejala bahwa tunagrahita yang cukup kuat dan nyata yang menyertai atau bersama-sama dengan gangguan emosional cenderung untuk diabaikan atau dikesampingkan. Ini berarti bahwa bagi anak-anak retardasi mental, mereka tidak disarankan untuk memperoleh pelayanan psikoterapi ataupun terapi perilaku, padahal perilaku-perilaku yang aneh pada anak adalah merupakan gejala tunagrahita berat atau yang sangat berat .

2. Kelainan Utama Adalah Gangguan Perilaku
 Autisme
Autisme adalah suatu istilah atau nama yang digunakan untuk menggambarkan perilaku yang aneh atau ganjil dan kelambatan perkembangan sosial dan komunikasi yang berat.(Krik&Gallagher,1986:p 427). Anak yang mengalami autisme sulit melakukan kontak mata dengan orang lain sehingga memberikan kesan tidak peduli terhadap orang di sekitarnya. Kelainan utama pada anak autistik adalah dalam hal komunikasi verbal. Mereka sering mengulang kata-kata (echolalia) dan melakukan perbuatan yang selalu sama, rutin dan dalam pola yang tertentu dan teratur. Apabila kegiatannya tersebut mengalami hambatan atau perubahan, maka mereka akan berperilaku aneh serta berteriak-teriak, berjalan mondar-mandir sambil menendang atau membenturkan kepalanya ke tembok. Kondisi ini juga sering terjadi apabila anak dalam keadaan tegang, senang atau berada di tempat yang asing.(Rini Puspitaningrum,1992:p.4-7).
 Kombinasi Gangguan Perilaku dan Pendengaran
Memperkirakan secara pasti tentang berapa jumlah anak yang mempunyai gangguan emosional perilaku dan yang sekaligus gangguan pendengaran adalah hal yang sangat sulit. Hal ini sangat bergantung pada kriteria yang digunakan untuk menentukan seberapa besar gangguan emosional dan tingkat keparahan hilangnya pendengaran. Althshuler memperkirakan bahwa antara satu sampai dengan tiga dari 10 anak tunarungu anak anak yang memiliki masalah emosional (Kirk dan Gallagher,1986:p.427).
Para ahli yang konsisten memberikan pelayanan kepada anak-anak yang mempunyai gangguan emosional dan yang sekaligus tuli, cenderung memakai klasifikasi kondisi anak-anak itu sebagai kondisi yang ringan, sedang dan berat. Anak-anak yang termasuk kondisi berat telah mereka pindahkan dari sekolah-sekolah untuk anak tunarungu karena guru-guru mereka merasa`tidak mampu menangani perilakunya yang aneh.
3. Kelainan Utama Tunarungu dan Tunanetra
Apabila satu dari dua lelainan utama itu yang menyebabkan anak mengalami gangguan, maka dalam memberikan pelayanan pendidikan, indra yang masih baik kondisinya memperoleh perhatian utama untuk difungsikan. Bagi anak yang tuli, maka saluran penglihatan digunakan untuk membentuk sistem komunikasi berdasarkan isyarat, ejaan jari dan membaca bibir. Bagi anak yang mengalami gangguan penglihatan (buta), maka program pendidikan dikompensasikan melalui alat pendengaran. Akan tetapi apa yang dilakukan apabila kedua alat (pendengaran dan pengilhatan) tersebut rusak? Bagaimana mengajarkan bahasa dan bicara kepada anak yang tidak dapat mendengar dan melihat?
Anak buta-tuli adalah seorang anak yang memiliki gangguan penglihatan dan pendengaran, suatu gabungan yang menyebabkan problema komunikasi dan problema perkembangan pendidikan lainnya yang berat sehingga tidak dapat diberikan program pelayanan pendidikan baik di sekolah yang melayani untuk anak-anak tuli maupun di sekolah yang melayani untuk anak-anak buta. Namun demikian, bukan berarti anak buta-tuli harus dirampas haknya untuk mendapatkan layan pendidikan. Dengan penangan yang baik dan tepat, anak-anak buta-tuli masih bisa dididik dan berhasil. Contoh orang semacam ini adalah Helen Keller. Atas bantuan Anne Sulivan sebagai tutornya yang selalu mendampinginya dengan penuh ketekunan, Keller belajar bicara dan berkomunikasi serta memperoleh prestasi akademik yang tinggi.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar anak yang tergolong tunaganda memiliki lebih dari satu ketidakmampuan. Walaupun dengan metode diagnosis yang paling baik sekalipun, masih sering mengalami kesulitan untuk mengidentifikasikan sifat dan beratnya ketunagandaan yang dialami anak dan menentukan bagaimana kombinasi ketidakmampuan itu berpengaruh terhadap perilaku anak. Misalnya, banyak anak yang tergolong tunaganda tidak merespon terhadap rangsangan pada saat diobservasi, seperti terhadap cahaya yang terang atau terhadap benda-benda yang berat. Sulit ditentukan apakah anak tersebut mempunyai gangguan penglihatan ataukah ia dapat melihat tetapi tidak mampu merespon karena adanya kerusakan pada otak? Seringkali pertanyaan semacam ini timbul dalam merencanakan program pendidikan bagi anak-anak yang tergolong tunaganda dalam semua tipe. Cara apakah yang paling sesuai untuk mengajar bahasa kepada anak tunarungu yang disertai cacat berat lain atau bagaimanakah membantu anak yang tidak dapat berjalan dan tidak dapat belajar menampilkan perilaku sosial untuk mengajarkan bagaimana berpenampilan yang sesuai di depan umum adalah segudang problema yang menantang untuk dicarikan solusinya.
Anak-anak yang tergolong tunaganda seringkali memiliki kombinasi-kombinasi ketidakmampuan yang tampak nyata maupun yang tidak begitu nyata dan keduanya memerlukan penambahan-penambahan atau penyesuaian-penyesuaian khusus dalam pendidikan mereka. Melalui program pengajaran yang sesuaiakan memungkinkan mereka dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang berguna, bermakna, dan memuaskan pribadinya.

D. PREVALENSI
Oleh karena belum ada definisi yang dapat diterima secara umum tentang tunaganda atau cacat berat, maka tidak ada gambaran yang akurat dan seragam tentang prevalensi dari kondisi tersebut. Di Amerika Serikat, diperkirakan antara 0,05 % sampai dengan 0,1% dari populasi usia sebaya. Berdasarkan asumsi bahwa anak tunaganda di Indonesia prosentasenya sama dengan di Amerika Serikat, maka jumlah anak tunaganda usia sekolah adalah sebanyak 30.000 s.d. 60.000 anak (asumsi jumlah anak usia sekolah 60.000.000 anak).

E. PENYEBAB
Tunaganda atau cacat berat dapat disebabkan oleh kondisi yang sangat bervariasi dan yang paling banyak adalah oleh sebab biologis yang dapat terjadi sebelum, selama atau sesudah kelahiran. Pada sebagian besar kasus adalah karena kerusakan pada otak. Anak yang tergolong tunaganda lahir dengan ketidaknormalan kromosom terjadi seperti pada down syndrome atau lahir dengan kelainan genetik atau metabolik yang dapat menyebabkan masalah-masalah berat dalam perkembangan fisik atau intelektual anak, komplikasi-komplikasi pada masa anak dalam kandungan termasuk kelahiran permatur, ketidakcocokan Rh dan infeksi yang diderita oleh ibu. Seorang ibu yang bergizi rendah pada saat mengandung atau terlalu banyak obat-obatan atau alkohol dapat pula menyebabkan anak menderita cacat berat. Pada umumnya, anak-anak yang tergolong tunaganda sering dapat diidentifikasikan pada saat atau tidak lama setelah kelahiran.
Disamping itu, proses kelahiran itu sendiri juga mengandung bahaya-bahaya tertentu dan terdapat komplikasi-komplikasi. Cacat berat dapat disebabkan misalnya, bayi yang terserang kekurangan oksigen dan luka pada otak dalam proses kelahiran, dalam perkembangan hidupnya mengalami cacat berat karena pada kepalanya mengalami kecelakaan kendaraan, jatuh, pukulan atau siksaan, pemberian nutrisi yang salah, anak yang tidak dirawat dengan baik, keracunan atau karena penyakit tertentu yang dapat berpengaruh terhadap otak (seperti meningitas dan encephalitis ). Namun demikian, walaupun secara medik telah ratusan yang dapat diidentifikasi sebab-sebab kecacatan mereka, ada banyak hal atau kasus yang tidak dapat ditentukan secara jelas sebab-sebabnya. Sedangkan yang berkaitan dengan autisme, secara khusus belum diketahui penyebabnya, tetapi dimungkinkan penyebabnya adalah majemuk, ketidaknormalan otak atau ketidakseimbangan biokemik yang dapat merusak persepsi dan pengertian.

F. RANGKUMAN
1. Meskipun memeliki berbagai macam keterbatasan-keterbatasan dalam mengekspresikan kemampuannya, anak-anak tunaganda tetap dapat diberikan proses belajar mengajar sehingga mereka tetap tidak kehilangan haknya untuk mendapatkan layanan pendidikan seiring dengan program “education for all”.
2. Sampai saat ini belum ada kesepakatan tentang definisi anak-anak yang tergolong tunaganda. Namun demikian sudah ada kesepahaman bahwa anak-anak yang tergolong tunaganda membutuhkan latihan dalam menolong diri sendiri, gerak, perseptual, sosial, kognitif dan ketrampilan-ketrampilan berkomunikasi.
3. Tes inteligensi tradisional kurang manfaatnya untuk mengukur anak tunaganda. Untuk itu, para guru perlu mengamati kemampuan-kemampuan yang unik serta keterbatasan-keterbatasan yang diperlihatkan oleh anak-anak tunaganda. Walaupun setiap anak memperlihatkan karakteristik individual yang berkaitan dengan fisik, intelektual dan social, anak-anak tunaganda seringkali memperlihatkan perilaku seperti: sedikit atau tidak dapat berkomunikasi, terbelakang dalam perkembangan fisik dan motoriknya, sering berprilaku yang tidak tepat, kurang dalam ketrampilan menolong diri sendiri dan jarang berprilaku atau berinteraksi yang sifatnya konstrutif.
4. Anak-anak tunaganda hampir selalu mengalami ketidakmampuan majemuk yang mencangkup masalah-masalah fisik. Mereka biasanya berprilaku beda secara mencolok dengan perilaku anak-anak normal atau anak-anak tuna lainnya.
5. Walaupun terdapat banyak kemungkinan kombinasi kecacatan yang berbeda-beda, kondisi-kondisi kecacatan majemuk sudah dikenal oleh para pendidik, seperti kombinasi antara tunagrahita dengan gangguan pendengaran, antara tunagrahita dengan masalah perilaku yang berat, autisme, antara gangguan perilaku dengan gangguan pendengaran dan kombinasi antara ketulian dan kebutaan.
6. Oleh karena definisi tunaganda yang belum jelas, sampai saat ini prevalensinya tidak dapat tepat. Namun demikian, yang jelas populasinya sangat sedikit.
ALIRAN-ALIRAN PERKEMBANGAN INDIVIDU

ALIRAN-ALIRAN PERKEMBANGAN INDIVIDU

KONSEPSI ALIRAN ASOSIASI
Menurut aliran ini, perkembangan adalah proses asosiasi. Para ahli yang mengikuti aliran ini yang primer adalah bagian-bagian. Bagian-bagian ada lebih dahulu sedangkan keseluruhan ada lebih kemudian. Bagian ini terikat satu sama lain menjadi keseluruhan oleh asosiasi. Contoh: bagaimana terbentuknya pengertian lonceng.


Konsepsi Aliran Gestalt Dan Neo Gestalt
menurut aliran gestalt perkembangan adalah proses diferensiasi. Sedangkan menurut aliran neo gestalt yang dirintis oleh kurt lewin yaitu proses diferensiasi itu masih ditambah proses stratifikasi.


Konsepsi Aliran Sosiologis
perkembangan adalah proses sosialisasi. Anak mula-mula bersifat asosial kemudian dalam perkembangannya sedikit demi sedikit disosialisasikan.



PERKEMBANGAN INDIVIDU MENURUT PARA PSIKOLOG
A. Pengertian perkembangan
Pendapat para ahli mengenai perkembangan berbeda-beda. Akan tetapi walaupun berbeda, semuanya mengakui bahwa perkembangan adalah suatu perubahan menuju ke arah yang lebih maju, lebih dewasa. Individu selama perkembangannya tidak mempunyai kehidupan yang stabil tapi dinamis. Dan perkembangan merupakan hal yang berkesinambungan.

B. Prinsip-prinsip perkembangan.
- perkembangan berlangsung seumur hidup dan meliputi seluruh aspek
- setiap individu memiliki kecepatan dan kualitas perkembangan yang berbeda
- perkembangan secara relatif beraturan, mengikuti pola-pola tertentu
- perkembangan berlangsung secara berangsur-angsur sedikit demi sedikit
- perkembangan berlangsung dari kemampuan yang bersifat umum menuju yang ke lebih khusus, mengikuti proses diferensiasi dan integrasi
- secara normal perkembangan individu mengikuti seluruh fase tetapi karena faktor-faktor khusus, fase tertentu bisa dilewati dengan cepat atau sangat lambat
- sampai batas-batas tertentu perkembangan suatu aspek dapat dipercepat atau diperlambat
- perkembangan aspek-aspek tertentu berjalan sejajar atau berkorelasi dengan aspek lainnya
- pada saat-saat tertentu dan dalam bidang-bidang tertentu perkembangan pria berbeda dengan wanita
C. Aspek-aspek perkembangan
- fisik dan motorik: pada awal kehidupannya yaitu pada saat dalam kandungan dan tahun-tahun pertama, perkembangan aspek ini sangat menonjol
- sosial: aspek ini meliputi kepercayaan akan diri sendiri, berpandangan objektif, keberanian menghadapi orang lain menyangkut kematangan emosi, ketepatan sikap dan lain-lain.
- Intelektual: kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif ada yang bersifat potensial seperti bakat dan ada kecakapan nyata atau kecakapan hasil belajar, seperti kecakapan dalam bidang fisika, matematika dan lain-lain
- Bahasa: kecakapan dalam bidang bahasa meliputi kecakapan memahami isyarat dan bunyi, kecakapan menyampaikan buah pikiran atau menerima pemikiran orang lain.
- Emosi: aspek ini mencakup kematangan emosi, ketepatan sikap dan lain-lain.
- Moral dan keagamaan: aspek ini berkembang sejak kecil. Peranan lingkungan terutama lingkungan keluarga sangat dominan dalam perkembangan aspek ini.

D. Pengertian pertumbuhan, belajar, dan perbedaannya dengan perkembangan
- Pengertian pertumbuhan
Pertumbuhan adalah suatu peristiwa atau keadaan yang subur sekali guna perkembangan lebih lanjut, yakni suatu hasil yang muncul karena peristiwa pertumbuhan.
- pengertian belajar
menurut witherington belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.
- perbedaan pengertian perkembangan, belajar dan pertumbuhan
perbedaan pertama adalah pertumbuhan lebih banyak berkenaan dengan aspek-aspek fisik sedangkan perkembangan dengan aspek-aspek psikis atau rohaniah. Perbedaan kedua adalah pertumbuhan menunjukkan perubahan atau penambahan secara kuantitas yaitu penambahan dalam ukuran besar atau tinggi sedangkan perkembangan berkaitan dengan peningkatan kualitas yaitu peningkatan dan penyempurnaan fungsi. Perbedaan ketiga adalah suatu pertumbuhan aspek tertentu akan berakhir apabila telah mencapai kematangannya sedangkan perkembangan terus berlangsung sampai akhir hidupnya.
E. Aliran-aliran perkembangan individu
- Konsepsi aliran asosiasi
Menurut aliran ini, perkembangan adalah proses asosiasi. Para ahli yang mengikuti aliran ini yang primer adalah bagian-bagian. Bagian-bagian ada lebih dahulu sedangkan keseluruhan ada lebih kemudian. Bagian ini terikat satu sama lain menjadi keseluruhan oleh asosiasi. Contoh: bagaimana terbentuknya pengertian lonceng.
- konsepsi aliran gestalt dan neo gestalt
menurut aliran gestalt perkembangan adalah proses diferensiasi. Sedangkan menurut aliran neo gestalt yang dirintis oleh kurt lewin yaitu proses diferensiasi itu masih ditambah proses stratifikasi.
- konsepsi aliran sosiologis
perkembangan adalah proses sosialisasi. Anak mula-mula bersifat asosial kemudian dalam perkembangannya sedikit demi sedikit disosialisasikan.


FAKTOR-FAKTOR PERKEMBANGAN INDIVIDU
A. Konsep perkembangan individu
Perkembangan menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:
- perkembangan berlangsung terus-menerus sepanjang hayat
- dalam batas tertentu perkembangan dapat dipercepat
- perkembangan dipengaruhi oleh faktor bawaan, lingkungan dan kematangan
- untuk aspek tertentu perkembangan wanita lebih cepat daripada pria
- individu yang normal mengalami semua fase perkembangan

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
Ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor herediti, faktor aktifitet, faktor usia, faktor jenis kelamin, dan faktor intelegensi. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari lingkungan, pendidikan, insentif, dan kultur atau budaya.

C. Mazhab perkembangan individu
- nativisme
aliran ini dipelopori oleh schopenhauer yang menyatakan bahwa perkembangan individu semata-mata ditentukan faktor yang dibawa sejak lahir, para ahli yang mempertahankan konsep ini menunjukkan berbagai kesamaan atau kemiripan antara orang tua dan anaknya.
- empirisme
tokoh aliran ini adalah john locke yang berpendapat bahwa manusia ketika lahir diibaratkan sebagai meja lilin atau tabula rasa yang putih dan bersih sehingga pengaruh lingkungan dan pendidik berkuasa menulis apa saja.
- konvergensi
tokoh aliran ini adalah wiliam stern yang berpandangan bahwa manusia berkembang dipengaruhi oleh faktor natur (pembawaan) dan lingkungan atau pendidikan.

D. Merasionalkan beberapa faktor perkembangan individu
- azas biologis
justru karena anak itu adalah makhluk biologis maka dia berkembang. Tetapi jika bukan makhluk hidup maka tidak akan mengalami perkembangan. Supaya perkembangan anak berlangsung secara normal maka keadaan biologis harus normal pula. Keadaan biologis yang cacat akan menimbulkan kelainan-kelainan dalam perkembangannya. Untuk mencapai perkembangan yang normal maka kebutuhan-kebutuhan biologis harus terpenuhi secara normal pula.
- azas ketidakberdayaan
bahwa anak manusia pada waktu masih sangat muda adalah sangat tidak berdaya dan suatu keharusan bahwa dia perlu berkembang menjadi berdaya. Jika perkembangan hewan cukup dengan insting-instingnya tetapi anak manusia hidup dalam dunia terbuka sehingga perkembangannya tidak dibatasi oleh instingnya.
- azas keamanan
kecuali kebutuhan-kebutuhan biologis anak memerlukan adanya rasa aman, karena itu perlu adanya pertolongan dan perlindungan dari orang yang mendidik. Inti dari perlindungan ini adalah kasih sayang orang tua. Kurangnya kasih sayang orang tua akan cenderung mengganggu perkembangan perasaan.
- azas eksplorasi
bahwa di dalam perkembangan anak tidak pasif semata-mata menerima pengaruh dari luar tetapi dia juga aktif mencari dan menemukan. Hal ini dilakukan dengan cara dengan fungsi jasmaniah (mulut, kaki). setelah bertambah umurnya eksplorasi juga dilakukan dengan fungsi panca indera. Justru di dalam eksplorasi itulah individu itu berkembang.
Penyebab Kelainan pada ABK

Penyebab Kelainan pada ABK

Secara umum dapat dijelaskan bahwa penyebab terjadinya kelainan pada Anak Berkebutuhan Khusus bisa dibagi atau dikelompokkan menjadi tiga (3) yaitu:
1. Pre Natal (sebelum kelahiran)
Sebelum kelahiran dapat terjadi di saat konsepsi atau bertemunya sel sperma dari bapak bertemu dengan sel telur ibu, atau juga dapat terjadi pada saat perkembangan janin dalam kandungan. Kejadian tersebut disebabkan oleh faktor internal yaitu faktor genetik dan keturunan.
Penyebab kelainan prenatal dari faktor eksternal dapat berupa Ibu yang terbentur kandungannya, karena jatuh sewaktu hamil, atau memakan makanan atau obat yang menciderai janin dan sebagainya.
2. Natal (di saat melahirkan)
Pada saat ibu sedang melahirkan bisa menjadi penyebab, misalnya kelahiran yang sulit, pertolongan yang salah, infeksi karena ibu mengidap Sepilis dan sebagainya.
3. Post Natal
Kelainan terjadi pada Post Natal artinya kelainan yang disebabkan oleh faktor setelah anak ada di luar kandungan. Ini dapat terjadi karena kecelakaan, keracunan dan sebagainya.
Pengelompokan Anak Berkebutuhan Khusus

Pengelompokan Anak Berkebutuhan Khusus

Untuk keperluan Pendidikan Luar Biasa, Anak Berkebutuhan Khusus dapat dibagi kedalam 2 (dua) kelompok yaitu:
1. Masalah (problem) dalam Sensorimotor
Anak yang mengalami kelainan dan memiliki efek terhadap kemampuan melihat, mendengar dan kemampuan bergeraknya. Problem ini kita sebut Sensorimotor Problem.
Kelainan sensorimotor biasanya secara umum lebih mudah diidentifikasi, ini tidak berarti selalu lebih mudah dalam menemukan kebutuhannya dalam pendidikan.
Kelainan sensorimotor tidak harus berakibat masalah pada kemampuan inteleknya. Sebagian besar anak yang mengalami masalah dalam sensorimotor dapat belajar dan bersekolah dengan baik seperti anak yang tidak mengalami kelainan.
Ada tiga (3) jenis kelainan yang termasuk problem dalam sensorimotor yaitu:
a. Hearing disorders (Kelainan pendengaran atau tunarungu)
b. Visual Impairment.(kelainan Penglihatan atau tunanetra)
c. Physical Disability (kelainan Fisik atau tunadaksa)
Setiap jenis kelainan tersebut akan melibatkan berbagai keahlian di samping guru khusus yang memiliki keterampilan dan keahlian khusus sesuai kebutuhan setiap jenis kelainan. Kerjasama sebagai tim dari setiap ahli sangat penting untuk keberhasilan pembelajaran ABK.
2. Masalah (problem) dalam belajar dan tingkah laku.
Kelompok Anak Berkebutuhan Khusus yang mengalami problem dalam belajar adalah:
a. Intellectual Disability (keterbelakangan mental atau tunagrahita)
b. Learning disability (ketidakmampuan belajar atau Kesulitan belajar khusus)
c. Behavior disorders (anak nakal atau tunalaras)
d. Giftet dan talented (anak berbakat)
e. Multy handicap (cacat lebih dari satu atau tunaganda)
Pembelajaran Adaptif

Pembelajaran Adaptif

Pembelajaran adaptif merupakan pembelajaran biasa yang dimodifikasi dan dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dipelajari, dilaksanakan dan memenuhi kebutuhan pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Dengan demikian pembelajaran adaptif bagi ABK hakekatnya adalah Pendidikan Luar Biasa (PLB). Sebab didalam pembelajaran adaptif bagi ABK yang dirancang adalah pengelolaan kelas, program dan layanannya.
Pendidikan Luar Biasa adalah pendidikan biasa yang dirancang, diadaptasikan sesuai dengan karakteristik masing-masing kelainan anak sehingga memenuhi kebutuhan pendidikan ABK.
Rancangan Pendidikan Luar Biasa terdiri tiga komponen pokok kelas, program dan layanan. Ketiga komponen tersebut bila dirancang dengan baik dan sempurna akan memenuhi kebutuhan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Dengan demikian Pendidikan Luar Biasa adalah Pembelajaran yang dirancang untuk merespon atau memenuhi kebutuhan anak dengan karakteristik yang unik dan tidak dapat dipenuhi kurikulum sekolah biasa, sehingga perlu diadaptasi yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Dengan uraian tentang Hakekat Pembelajaran adaptif di atas, maka secara operasional di lapangan pengertian Pendidikan Luar Biasa dapat diartikan sebagai kelas khusus, program khusus dan atau layanan khusus yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Makalah Tunanetra

Makalah Tunanetra

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Usaha pembangunan dalam bidang pendidikan ditandai dengan usaha peningkatan kualitas lulusan pada berbagai jenjang pendidikan. Hal ini membawa implikasi bahwa setiap lembaga pendidikan hendaknya berusaha agar tujuan institusional dan tujuan kurikuler yang telah dirumuskannyadapat dicapai secara lebih baik.
Di Indonesia menuntut agar para siswa dalam setiap pertemuan pembelajaran dapat menguasai unit bahan tertentu secara tuntas. Penguasaan terhadap bahan yang dipelajarinya akan mampunyai pengaruh yang besar terhadap usaha dan keberhasilan siswa dalammenguasai bahan berikutnya.
Kenytaan menunjukan kepada kita bahwa tidak semua siswa, pada setip saat berhasil dalam kegiatan belajar yang dilakukanya. Ketidak berhasilan yang dialami siswa dapat bersumber pada keadaan diri siswa sendiri,atou dapat pula bersumber pada faktor yang ada diluar dirinya. Yang pasti membutuhkan bimbingan orang lain dalam usaha mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Layanan bimbingan ini lebih-lebih lagi dirasakan kebutuhanya bagi siswa-siswa anak berkebutuhan khusus, kelainannya yang bermacam-macam dapat merupakan salah satu faktor timbulnya kesulitan belajar di sekolah yang diantaranya:Ngompol(enuresis) dan BAB(encopresis)

B. RUMUSAN PERMASALAHAN
Bertitik tolak dari latar belakang diatas dan sesuai dengan judul makalah, maka kami membatasi permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini, permasalahan tersebut yaitu :
1. Bagaimanakah gangguan fungsi panca indera pada anak itu?
2. Apa saja yang merupakan gangguan fungsi panca indera?
3. Apa saja faktor penyebab gangguan fungsi panca indera?
4. Gejala apa saja yang tampak pada penderita yang mengalami gangguan fungsi panca indera?
5. Upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengobati penderita yang mengalami gangguan fungsi panca indera?

C. TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah ini diantaranya:
1. Memperoleh pemahaman tentang makna dan prinsip bimbingan
2. Memperoleh pemahaman tentang kedudukan dan kebutuhan akan layanan bimbingan di Sekolah Dasar.
3. Menguraikan karakteristik dari masing-masing anak yang mengalami gangguan fungsi pancaindra.
4. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab anak yang mengalami gangguan fungsi pancaindra.
5. Mengemukakan alternatif bantuan serta teknik-teknik bimbingan khusus yang dikaitkan bagi anak yang mengalami gangguan fungsi pancaindra.

D. MANFAAT
Adapun manfaat dari makalah ini yaitu :
1. Dapat memberikan pengetahuan tentang anak berkebuthan khusus yang mengalami gangguan fungsi panca indera.
2. Memberikan petunjuk kepada para pendidik mengenai bimbingan anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan fungsi panca indera.
3. Sebagai sumber bacaan mengenai bimbingan anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan fungsi panca indra.

E. METODE
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu teknik tinjauan kepustakaan. Penulis mengumpulkan data dengan cara membaca buku sumber dan literatur yang tepat dan sesuai untuk mempermudah dan memperlancar proses penyusunan makalah ini.


F. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Sistematika pembahasan yang penulis gunakan dalam penyusunan makalah ini, yaitu :
Kata Pengantar
Daftar isi
BAB I Pendahuluan
Terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, metode dan sistematika pembahasan.
BAB II Bimbingan anak berkebutuhan khusus pada anak yang mengalami gangguan fungsi panca indera.
Terdiri dari gangguan tuna netra, tuna rungu dan tuna wicara.
BAB III Penutup
Terdiri dari kesimpulan dan saran.


BAB II
BIMBINGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS YANG MENGALAMI GANGGUAN FUNGSI PANCA INDERA

A. TUNA NETRA

1. GLAUKOMA
a. Pengertian
Glaukoma adalah penyakit mata kronis progresif yang mengenai saraf mata dengan neuropati (kelainan saraf) optik disertai kelainan bintik buta (lapang pandang) yang khas. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. Faktor utamanya adalah tekanan bola mata yang tinggi. Glaukoma adalah penyakit yang merusak saraf mata yang terjadi akibat tekanan bola mata atau tekanan intra okulat yang tinggi. Glaukoma merupakan sebuah penyakit mata yang bisa berakhir dengan kebutaan. Walau belum sepopuler katarak, glaukoma tidak kalah berbahaya. Di Indonesia kini glaukoma sudah menjadi ancaman kebutaan nomor dua setelah katarak dengan angka prevalensi 0,20 persen. Sementara katarak memiliki angka prevalensi 0,78 persen dari penduduk Indonesia. Berbeda dengan katarak yang merupakan kondisi di mana lensa mata keruh atau berkabut sehingga terjadi gangguan penglihatan, glaukoma jauh lebih serius lagi.
Glaukoma adalah penyakit yang merusak saraf mata yang terjadi akibat tekanan bola mata atau tekanan intra okulat yang tinggi. Pada mata normal, saraf berfungsi meneruskan bayangan yang kita lihat ke otak. Di otak, bayangan tersebut akan bergabung di pusat penglihatan dan membentuk suatu sensasi penglihatan. Bila tekanan bola mata seseorang sudah di atas 21 mmHg, maka orang tersebut pantas dicurigai menderita glaukoma. Tekanan pada bola mata ini dipicu oleh tersumbatnya akous humor, yakni cairan jernih yang terdapat di dalam bola mata bagian depan. Cairan ini dengan teratur mengalir dari tempat pembentukannya ke saluran keluarnya, seperti air keran. Apabila dapat diatasi dengan baik sebelum terjadi kerusakan retina dan saraf mata, biasanya ada harapan untuk pulih kembali. Namun yang terjadi, seringkali orang tidak menyadari kalau salah satu dari matanya kena glaukoma. Dari berbagai kasus yang ada, banyak pasien yang datang ke ahli medis setelah kedua bola matanya terkena glaukoma.
Terdapat dua jenis gloukoma, yaitu glaukoma akut dan glaukoma kronis. Glaukoma akut menyerang kedua mata sekaligus. Penderita akan mengalami gejala mata merah, pandangan kabur, nyeri pada mata disertai sakit kepala, juga rasa mual dan muntah-muntah. Secara fisik kemampuan penglihatan mata akan menurun. Beberapa kasus akan mengalami kondisi yang mirip dengan katarak. Setelah diketahui bahwa pasien menderita glaukoma akut maka dokter bisa memeriksanya dengan gonioskopi, yakni semacam alat untuk mengetahui apakah sudut mata yang tertutup masih bisa terbuka atau tidak. Sedangkan pada glaukoma kronis peningkatan tekanan di dalam mata terjadi dalam masa beberapa bulan atau tahun tanpa terjadi gejala apa-apa. Namun kalau tidak diobati, glaukoma kronis akhirnya mengakibatkan kebutaan total. Pada penderita glaukoma kronis tindakan serupa bisa juga dilakukan, tapi dengan waktu yang tidak terlalu mendesak sebab ancaman kebutaan tidak sebesar pada penderita glaukoma akut.
b. Penyebab
Faktor utama penyebab penyakit gloukoma adalah akibat tekanan bola mata atau tekanan intra okulat yang tinggi. Selain itu, gejala lain yang dapat menyebabkan gloukoma adalah akibat tekanan cairan yang terlalu tinggi didalam bola mata. Tekanan cairan yang tinggi ini akan merusak sel retina dan serabut saraf, sehingga penglihatan seseorang yang mengidap gloukoma akan semakin sempit dan akhirnya akan menjadi buta. Glaukoma terjadi ketika produksi dari cairan bola mata meningkat atau cairan bola mata tidak mengalir dengan sempurna sehingga tekanan bola mata tinggi, serabut-serabut saraf di dalam saraf mata menjadi terjepit dan mengalami kematian. Akibatnya, hubungan penglihatan ke otak terganggu dan terjadi kebutaan.Tekanan cairan didalam bola mata meningkat karena saluran cairan tersekat akibat kerusakan saraf. Pada mata yang sehat/normal aliran keluar masuk cairan dalam bola mata akan seimbang. Tekanan bola mata ini gunanya untuk membentuk bola mata. Kalau tekanannya normal, berarti bola mata itu terbentuk dengan baik. Kalau tekanannya terlalu rendah, bola matanya menjadi kempes. Kalau tekanannya terlalu tinggi, berarti bola mata itu menjadi keras seperti kelereng. Akibatnya, akan menekan saraf mata ke belakang dan menekan saraf papil N II dan serabut-serabut saraf N II. Saraf-saraf yang tertekan itu dan yang menekan saraf papil II ini terjadi penggaungan.
c. Gejala
Gejala yang tampak pada gloukoma diantaranya adalah pandangan kabur, mata merah dan terasa nyeri, merasa sakit didalam dan sekitar bola mata, ruang penglihatan semakin sempit, penglihatan menjadi kabur dan rabun, sulit menyesuaikan penglihatan dalam keadaan gelap.
d. Terapi Pengobatan
Apabila seseorang menunjukkan gejala - gejala glaukoma, maka harus segera mendapatkan perawatan sejak dini. Semua jenis glaukoma harus dikontrol secara teratur kedokter mata selama hidupnya. Hal tersebut dikarenakan ketajaman penglihatan dapat menghilang secara perlahan tanpa diketahui penderitanya. Obat-obatan yang dipakai perlu dikontrol oleh dokter spesialis mata agar disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Satu hal yang perlu ditekankan adalah, bahwa saraf mata yang sudah mati tidak dapat diperbaiki lagi. Obat-obatan seperti obat tetes mata, obat makan, dan tindakan seperti laser dan bedah hanya untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dari saraf mata tersebut. Pengobatan pertama penderita glaukoma adalah dengan pemberian obat tetes mata, kemudian pemberian tablet. Obat- obatan tersebut dapat menurunkan produksi atau meningkatkan pengeluaran cairan bola mata yang berada di dalam bola mata sehingga didapatkan tekanan bola mata sesuai yang diinginkan. Untuk mendapat- kan hasil terapi yang efektif, maka obat-obatan harus digunakan secara teratur dan terus-menerus. Tidak jarang obat-obatan tersebut memberikan efek samping, terutama jika pemakaian dalam jangka panjang. Obat tetes dapat menimbulkan rasa perih, kadang-kadang disertai mata merah dan dapat menyebabkan tajam penglihatan terganggu. Namun demikian, efek samping ini biasanya akan hilang dalam beberapa waktu. Efek samping yang jarang terjadi adalah perubahan detak jantung, detak nadi, dan perubahan pernapasan. Obat-obatan berupa tablet sering menyebabkan rasa kesemutan pada ujung kaki dan tangan, rasa lemas, hilangnya rasa lapar, dan adanya batu ginjal. Penderita sebaiknya membicarakan adanya efek samping tersebut kepada dokter agar dapat dipertimbangkan pemakaian selanjutnya. Pengobatan dengan laser cukup berguna untuk beberapa jenis glaukoma. Pada glaukoma primer sudut terbuka, pengobatan dengan laser trabekuloplasti cukup efektif untuk jangka waktu tertentu. Pada glaukoma primer sudut tertutup, iridektomi perifer dapat dilakukan dengan laser, yaitu membuat saluran dari bilik mata belakang ke bilik mata depan. Tindakan ini sangat efektif untuk menurunkan tekanan bola mata. Apabila dibutuhkan, maka tindakan operasi dapat dilakukan. Operasi ini disebut sebagai trabekulektomi, yaitu suatu tindakan yang membuat saluran kecil dari bilik mata depan ke konjungtiva, untuk menurunkan tekanan di dalam bola mata. Dokter spesialis mata akan menggunakan alat operasi yang sangat kecil dan membutuhkan mikroskop khusus untuk operasi mata.

2. KATARAK
a. Pengertian
Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan rabun. Lensa mata menjadi keruh dan cahaya tidak dapat masuk kedalam mata. Keadaan ini menjadikan penglihatan seseorang dan akan menjadi buta jika tidak segera dirawat. Masalah katarak berbeda dengan Glaukoma yang merupakan sejenis kerusakan mata yang disebabkan oleh tekanan cairan yang terlalu tinggi di dalam bola mata.
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang mengakibatkan penglihatan menjadi kabur. Istilah katarak berasal dari bahasa Yunani yang berarti air terjun, karena orang yang menderita katarak memiliki penglihatan yang kabur, seolah-olah dibatasi air terjun. Pada mata sehat, lensa yang jernih berfungsi meneruskan sinar/cahaya ke dalam mata, sehingga mata dapat memfokuskan objek dari jarak yang berbeda-beda. Sebaliknya pada penderita katarak, lensa mata yang keruh menyebabkan jalannya sinar berkurang atau terhambat, sehingga lensa tidak dapat memfokuskan sinar yang masuk.
b. Penyebab
Katarak disebabkan hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa, proses penuaan (degeneratif). Meskipun tidak jarang ditemui pada orang muda, bahkan pada bayi yang baru lahir sebagai cacat bawaan, infeksi virus (rubela) di masa pertumbuhan janin, genetik, gangguan pertumbuhan, penyakit mata, cedera pada lensa mata, peregangan pada retina mata dan pemaparan berlebihan dari sinar ultraviolet.
c. Gejala
Gejala yang tampak pada katarak adalah penglihatan semakin kabur, sukar membaca kerana penglihatan tidak jelas, kerap menukar cermin mata kerana penglihatan tidak terang, selaput putih pada anak mata, merasa silau terhadap cahaya matahari. Gejala utama katarak adalah penglihatan kabur, daya penglihatan berkurang secara progresif, adanya selaput tipis yang menghalangi pandangan, sangat silau jika berada di bawah cahaya yang terang, mata tidak sakit dan tidak berwarna merah. Pada perkembangan selanjutnya penglihatan semakin memburuk, pupil akan tampak berwarna putih (ada putih-putih pada hitam mata), sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif. Penderita juga dapat merasa silau pada siang hari atau jika terkena sinar lampu mobil. Penglihatan pada malam hari yang lebih baik. Selain itu, pada gejala awal terdapat perbaikan penglihatan dekat tanpa memakai kaca mata atau second sight. Bila dibiarkan, katarak dapat menyebabkan komplikasi seperti glaukoma dan kebutaan, karena lensa yang keruh menghalangi pemeriksaan bagian dalam mata yang lain, seperti perubahan pada keadaan retina atau kerusakan saraf mata yang meneruskan perintah dari mata ke otak.
d. Terapi Pengobatan
Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kadar gula darah selalu normal pada penderita diabetes mellitus, senantiasa menjaga kesehatan mata, mengkonsumsi makanan yang dapat melindungi kelainan degeneratif pada mata dan antioksidan seperti buah-buahan banyak yang mengandung vitamin C, minyak sayuran, sayuran hijau, kacang-kacangan, kecambah, buncis, telur, hati dan susu yang merupakan makanan dengan kandungan vitamin E, selenium, dan tembaga tinggi. Vitamin C dan E dapat memperjelas penglihatan. Vitamin C dan E merupakan antioksidan yang dapat meminimalisasi kerusakan oksidatif pada mata, sebagai salah satu penyebab katarak. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 3.000 orang dewasa selama lima tahun menunjukkan, orang dewasa yang mengonsumsi multivitamin atau suplemen lain yang mengandung vitamin C dan E selama lebih dari 10 tahun, ternyata risiko terkena katarak 60% lebih kecil.
Katarak dapat disembuhkan, terlebih dengan semakin majunya teknologi kedokteran saat ini. Upaya pengobatan katarak yang paling efektif adalah dengan pembedahan. Lensa mata yang telah keruh diangkat dan diganti dengan lensa buatan (keratoplasty) yang ditanam (intra ocular lens). Dengan teknologi terbaru yang menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi (phacoelmusification), maka luka yang dibuat/sayatan untuk mengambil lensa yang keruh menjadi lebih kecil. Selain itu, penderita katarak dapat juga mengenakan kaca mata khusus yang telah diatur ketebalannya (kaca mata aphakia). Hasil penelitian para ahli dari University of Southern California (IPTEKnet, 2004) ada cara baru untuk mendapatkan kembali penglihatan bagi penderita katarak, yaitu dengan teknologi Implantasi Microchip pada retina. Microchip ini dapat bekerja baik pada sel-sel saraf retina mata yang masih sehat serta utuh, namun sel-selnya mengalami kemunduran penglihatan (photoreceptor). Microchip dapat mengubah sebentuk citra menjadi rangsangan elektrik. Alat ini bekerja dengan cara mengonversi citra menjadi sinyal elektronik yang ditransmisikan melalui silicon biochip fleksibel yang disematkan dekat retina mata. Microchip dengan daya elektronis dapat merangsang sel-sel penglihatan pada retina mata, kemudian meneruskan sinyal ke otak untuk diproses menjadi citra yang sesungguhnya seperti halnya pada mata normal.

3. JULING
a. Pengertian
Anatomi indera penglihatan dikatakan normal jika bayangan sebuah benda yang dilihat oleh kedua mata diterima dengan ketajaman yang sama. Bayangan ini secara serentak lalu dikirim ke susunan saraf pusat untuk diolah menjadi sensasi penglihatan tunggal. Penglihatan tunggal ini bisa terjadi kalau kedua mata dapat mempertahankan daya koordinasi untuk menjadikan kedua bayangan suatu benda menjadi satu (fusi). Sebaliknya, fusi akan hilang bila daya penglihatan salah satu mata kurang atau tidak ada. Pada penderita mata juling atau strabismus, mata tidak mempunyai kesatuan titik pandang. Kedudukan sumbu kedua bola mata itu tidak searah. Akibatnya, dua mata akan melihat dua benda atau dua bayangan (diplopia). Jadi, mata juling / strabismus adalah efek penglihatan dimana kedua mata tidak tertuju pada satu obyek yang menjadi pusat perhatian.
b. Penyebab
Pada mata normal, bayangan yang diproyeksikan ke otak akan membentuk gambar tiga dimensi. Sementara pada mata juling - karena tidak mempunyai kesatuan titik pandang - bentuk tiga dimensi itu tidak didapat.
Tidak jarang kita menjumpai mata yang terkesan juling. Tetapi kalau itu diperiksa, tidak terdapat tanda-tanda juling. Pakar kedokteran mata menyebut kesan ini sebagai pseudostrabismus / Juling palsu. Kasus ini banyak terjadi pada ras Mongol yang berhidung datar. Hal ini terjadi karena lipatan vertikal kulit pangkal hidung membuat sclera hidung tidak terlihat dengan jelas sehingga mata tampak juling ke atas. Ada lagi kasus lain yang disebut hipertelorisme. Pada kasus ini bola mata terdorong ke luar rongga orbita sehingga menimbulkan gambaran bola mata yang menyebar ke luar. Keadaan ini memberi kesan, mata tinggi sebelah. Dalam beberapa kasus, otot mata sering menjadi salah satu penyebabnya. Untuk menggerakkan bola mata digunakan enam macam otot mata. Bila semua otot itu tak ngadat alias bekerja normal, kedua mata akan berfungsi secara seimbang. Normal-tidaknya otot mata tergantung pada tebal-tipis, panjang-pendek, dan berfungsi-tidaknya saraf-saraf mata. Maka, jika di antara otot atau saraf ini ada yang tidak normal, keadaan itu bisa menyebabkan seseorang menderita juling. Tidak sedikit pula kasus mata juling disebabkan oleh gangguan perbedaan ketajaman penglihatan yang sangat besar antara kedua mata. Misalnya, mata kiri -2 (minus dua), mata kanan -9 (minus sembilan) atau lebih. Perbedaan ukuran antara mata kiri dan kanan yang masih bisa ditoleransi tidak boleh lebih dari 3. Mata juling bisa juga bisa dipicu oleh terjadinya kemunduran daya penglihatan yang dinamakan lazy eyes (mata malas), atau disebut juga ambliopia. Mata malas ini akibat satu mata mempunyai visus(ketajaman mata)rendah yang tidak dapat ditingkatkan lagi karena terlalu lama dibiarkan. Akibatnya, penglihatan didominasi oleh mata yang sehat saja. Mata juling bisa juga terjadi gara-gara munculnya tumor jinak atau pun ganas. Misalnya, akibat tumor otak, retinoblastoma (kanker mata), dan kanker yang sudah menyebar dan menekan saraf di bagian otak. Kondisi itu menyebabkan kelumpuhan otot-otot mata. Selain itu faktor bawaan (kongenital), trauma mata (tertusuk benda tajam atau tumpul), dan infeksi virus atau bakteri, infeksi toksoplasma yang ditularkan melalui kucing atau daging yang mengandung kuman toksoplasma tidak dimasak dengan baik juga merupakan faktor penyebab terjadinya mata juling.
c. Gejala
Penderita sering mengeluh matanya mudah lelah atau merasa penglihatannya berkurang pada satu mata, bila mata yang satu digunakan untuk melihat mata yang lain akan bergulir, akibat gangguan otot mata, terjadinya kemunduran daya penglihatan yang dinamakan lazy eyes (mata malas), atau disebut juga ambliopia. Bila melirik, perguliran bola mata tidak sampai ke ujung. Itu bisa karena terjadinya hambatan pada pergerakan bola mata sehingga mata tidak bisa bergerak ke segala arah dengan leluasa. Sering melihat sesuatu dengan posisi kepala miring ke kanan atau kiri, tengadah atau tertunduk.
d. Terapi Pengobatan
Terapi yang perlu dilakukan untuk menanggulangi kelainan mata juling adalah memulihkan kembali kesatuan titik pandang. Misalnya dengan menggunakan kaca mata. Usaha lain ialah dengan melakukan koreksi bedah refraktif untuk mengurangi kelainan rabun dengan menggunakan pisau bedah atau laser excimer. Selain itu juga dapat digunakan dengan cara menutup salah satu mata, sampai ototnya kembali normal. Mata yang ditutup, bisa yang sehat atau yang sakit. Dengan menutup mata yang sakit, diharapkan mendapatkan rangsangan dari mata sehat yang dipakai. Penderita juga diharapkan memeriksakan kondisi matanya ke dokter mata.

4. RABUN
a. Pengertian
Keadaan dimana mata tidak dapat melihat dengan jelas atau sempurna dalam jarak atau waktu tertentu.
b. Penyebab
Avitaminosis ( kekurangan vitamin A ), trauma pada daerah mata yang mengakibatkan disfungsi syaraf optikus.
c. Gejala
Tidak dapat melihat dengan jelas atau sempurna dalam jarak dan waktu tertentu.
d. Terapi Pengobatan
Salah satu terapi yang dapat digunakan untuk mengobati kelainan mata rabun yaitu dengan cara makan makanan yang bergizi dan banyak mengandung vitamin A, gunakan kaca mata yang dapat membantu daya penglihatan, dan dengan cara mengoperasi mata.

B. TUNA RUNGU

1. HEARING IMPAIRMENT
a. Pengertian
Hearing Impirment yaitu disfungsi indera pendengaran atau tidak dapat mendengar dengan baik / tuli.
b. Penyebab
Dugaan penyebab terjadinya hearing impairment yaitu karena cacat bawaan sejak lahir, trauma, dan infeksi virus atau bakteri.
c. Gejala
Gejala yang tampak pada penderita hearing imapirment diantaranya disfungsi indera pendengaran atau tidak dapat mendengar.

d. Terapi Pengobatan
Untuk mengobati penderita yang mengalami hearing impairment dapat dilakukan dngan cara mengkonsumsi makanan yang bergizi dan mengandung banyak vitamin, menggunakan alat bantu pendengaran dan melakukan operasi.

2. CONGEK
a. Pengertian
Congek yaitu keluarnya cairan berwarna putih kekuningan mirip ingus dari dalam telinga.
b. Penyebab
Pilek biasanya bisa menjadi awal mula masalah. Peradangan (apapun sebabnya, infeksi atau alergi) di hidung, bila menjalar sampai ke belakang, akan mencapai terowongan tadi. Terjadi proses di telinga tengah sebagai lanjutannya dan akhirnya menumpuklah cairan yang bisa mengandung kuman di telinga tengah tersebut. Cairan yang menumpuk dan tak bisa mengalir ini akan mendorong gendang telinga. Karena tekanan yang makin besar, akhirnya cairan tersebut menjebol gendang telinga, dan keluar dari liang telinga. Infeksi kronis telinga tengah ditandai dengan perforasi (lubang-lubang kecil) pada membran timpani dan keluarnya cairan terus-menerus atau hilang timbul. Cairan ini dapat berbentuk nanah, lendir kental atau encer. Penyebab lain juga bisa terjadi karena rusaknya gendang telinga, cedera kepala, tekanan darah tinggi, infeksi telinga, meningitis atau tumor, Ada pula beberapa macam kerusakan pendengaran yang bersifat turunan.
c. Gejala
Telinga mengeluarkan cairan berupa lendir disertai gatal – gatal pada daerah telinga bagian tengah.Terganggunya fungsi pendengaran akibat cairan yang mongering sehimgga menutupi bagian lubang telinga.

d. Terapi Pengobatan
Upaya untuk menangani penderita yang mengalami congek dapat dilakukan dengan Cara menusuk gendang telinga dengan alat khusus, sehingga bila proses peradangan itu telah membaik, maka gendang telinga dapat pulih tertutup sebagai semula. Perbaikan untuk rongga telinga tengah yang meradang ada beberapa langkah. Liang telinga harus dibersihkan dulu dengan cairan tertentu agar bebas dari nanah atau cairan kotor yang menggenanginya. Kalau dokter tidak punya alat untuk mengisap cairan tersebut, dokter bisanya menyarankan untuk menggunakan larutan H2O2 3 persen. Hal ini dilakukan beberapa kali sehari selama 5 - 7 hari. Kadangkala juga ditambahkan obat yang harus ditelan untuk melegakan terowongan dan menurunkan panas.

C. TUNA WICARA

1. BISU
a. Pengertian
Bisu adalah gangguan dimana penderita tidak dapat atau tidak mampu berbicara / berkomunikasi. Bisu adalah ketidakmampuan seseorang untuk berbicara
b. Penyebab
Bisu bisa terjadi karena beberapa penyebab, diantaranya cacat bawaan, adapula yang terjadi karena kecelakaan, selain itu bisu juga disebabkan oleh gangguan pada organ-organ seperti tenggorokan, pita suara, paru-paru, mulut, lidah dan lain - lain. Bisu umumnya diasosiasikan dengan tuli.
c. Gejala
Gejala yang tampak pada penderita yang bisu yaitu tidak dapat berbicara atau disfungsi verbal communication.
d. Terapi Pengobatan
Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan berkonsultasi dengan dokter ahli.

2. GAGAP
a. Pengertian
Gagap adalah suatu gangguan bicara di mana aliran bicara terganggu tanpa disadari oleh pengulangan dan pemanjangan suara, suku kata, kata, atau frasa; serta jeda atau hambatan tak disadari yang mengakibatkan gagalnya produksi suara. Kegagapan merupakan sebuah gangguan bicara pada seseorang dimana dia mengetahui apa yang ingin dikatakan tetapi pada saat tersebut dia tidak dapat mengatakannya. Gagap memiliki beberapa jenis, diantaranya adalah blocks atau tertahan terjadi ketika berhenti berbicara sebelum mengeluarkan suara atau ketika berbicara atau ketika mengucapkan sebuah kata, pengulangan terjadi ketika suara, silabel atau sebuah kata diucapkan berulang-ulang. Contohnya pengulangan pada suara (p-p-p-pulpen). Kemudian perpanjangan terjadi ketika memanjangkan suara pada saat di awal kata. contohnya: ‘s—–>aya’ atau di dalam kata. Berhenti ketika berbicara terjadi ketika diam dan bicara yang tidak terkendali, jeda akan terjadi setelah kata-kata atau didalam kata-kata.
b. Penyebab
Kegagapan adalah dalam koordinasi pada bicara, bagaimanapun sebab yang sesungguhnya belum diketahui. Walaupun penyebab utama gagap tidak diketahui, faktor genetik dan neurofisiologi diduga berperan atas timbulnya gangguan ini. Selain itu, kegagapan juga terjadi karena aliran udara, suara, dan otot yang terlibat ketika berbicara tiba-tiba berhenti berkerja sama dan menjadi terhenti. Penyebab lain disebabkan oleh psychogenic / berasal dalam pemikiran.
c. Gejala
Gejala yang tampak pada penderita gagap yaitu gangguan komunikasi verbal, berbicara terbata – bata, sering mengulag kata saat berbicara, kesulitan saat akan berbicara, dan lain – lain.
d. Terapi Pengobatan
Kegagapan pada umumnya terjadi pada anak – anak dan pada umumnya dapat sembuh dengan sendirinya saat anak tersebut mulai beranjak dewasa. Namun ada beberapa upaya untuk mengobati orang yang mengidap gagap, diantaranya yaitu orang yang gagap diharapkan tenang dan tidak rusuh atau terburu – buru saat akan berbicara.

3. TELOR
a. Pengertian
Telor yaitu gangguan komunikasi berupa berbicara tidak sempurna.

b. Penyebab
Telor terjadi karena bawaan sejak lahir dan faktor psikologis.
c. Gejala
Gejala yang tampak pada penderita telor yaitu berbicara tidak sempurna.
d. Terapi Pengobatan
Terapi yang dapat dilakukan untuk mengobati penderita telor yaitu dengan melatih komunikasi verbal dengan cara perlahan dan tenang atau tidak terburu–buru.

4. NASAL
a. Pengertian
Nasal adalah fonem yang direalisasikan melalui rongga hidung. Juga disebut sebagai bunyi sengau. Nasal merupakan gangguan pada nada suara dimana bada suara bicara tidak lepas dan tidak jelas.
b. Penyebab
Faktor penyebab nasal yaitu karena virus atau bakteri, pendarahan pada hidung, infeksi kronis pada hidung, seperti sinusitis atau rhinitis, yang dapat menyebabkan penyumbatan dan akhirnya pendarahan pembuluh darah kapiler. Dapat juga merupakan akibat menghirup bahan-bahan kimia yang menyebabkan iritasi pada mukosa nasal.
c. Gejala
Gejala yang tampak pada penderita nasal yaitu nada suara bicara tidak lepas dan tidak jelas.
d. Terapi Pengobatan
Terapi yang dapat dilakukan yaitu dengan mengajarkan pada penderita agar bernafas dengan benar , bernafas dengan menarik nafas lewat hidung dan dikeluarkan dari mulut.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan adalah suatu pembinaan/bimbingan yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak (yang dianggap belum dewasa) untuk mencapai tingkat kedewasaan. Dalam pendidikan, terdapat anak berkelainan yang membutuhkan bimbingan khusus. Salah satu kelainan tersebut yaitu gangguan fungsi panca indera. Gangguan fungsi panca indera terdapat beberapa macam, yaitu tuna netra terdiri dari visual impairment, juling, rabun, katarak, dan glaukoma. Tuna rungu terdiri dari hearing impairment dan congek. Tuna wicara terdiri dari bisu, gagap, telor, dan nasal. Untuk memberikan pendidikan pada anak yang mengalami gangguan fungsi panca indera harus dilakukan dengan bimbingan khusus. Bimbingan tersebut dapat dilakukan apabila kita mengetahui faktor penyebab dan gejalanya. Apabila faktor penyebab dan gejalanya sudah diketahui maka kita sebagai pendidik akan leih mudah dalam memberikan bimbingan pada anak berkebutuhan khusus tersebut.
B. Saran
Dalam proses pendidikan, pencapaian pendidikan merupakan tanggung jawab yang harus dipikul bersama antara pendidik/guru dan siswa. Oleh karena itu untuk memberikan bimbingan pada anak yang mengalami kelainan atau anak berkebutuhan khusus, seorang pendidik diharapkan dapat memahami dan mengetahui bagaimana memberikan pendidikan dan bimbingan pada anak berkebutuhan khusus. Sehingga seorang pendidik diharapkan mampu menciptakan suasana pendidikan yang kondusif bagi proses pendidikan.