Kasih Sayang Guru Kepada Siswa

Kasih Sayang Guru Kepada Siswa

Kasih Sayang Guru Kepada Siswa


Setiap manusia membutuhkan kasih sayang. Oleh karena itu, sudah semestinya setiap manusia saling menyayangi. Begitu pula dengan guru. Kasih sayang guru kepada siswa tak dapat diragukan lagi. Pastinya, setiap guru sangat menyayangi siswa dan berharap jika semua siswanya dapat sukses di masa depan.

Mendengar kesuksesan siswa, hati guru sangatlah bahagia. Bahkan, kebahagiannya hampir sama seperti yang dirasakan oleh orangtuanya sendiri. Hal ini tidaklah salah, pasalnya ada yang beranggapan bahwa guru adalah sebagai orang tua kedua setelah orang tua siswa. Tentunya sebagai orang tua kedua bagi siswa yang berperan di sekolah, guru akan berupaya untuk memberikan yang terbaik bagi anak didiknya.

Bentuk kasih sayang guru kepada siswa tercipta pada dua kegiatan yakni mendidik dan mengajar. Kegiatan mendidik berkaitan dengan perilaku untuk menjadikan siswa berkarakter positif. Sementara mengajar berkaitan dengan pengajaran berupa materi ajar yang disampaikan. Dalam pelaksanaannya, guru tidak pernah membedakan antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Semuanya sama di mata dan hati guru. Sama-sama sebagai anak didik.

Jika ada salah satu atau beberapa dari siswa yang berperilaku negatif. Maka, guru akan meluruskannya dengan cara memberikan nasihat. Hal itu agar dia mengetahui bahwa hal tersebut tidaklah baik. Sehingga dia tidak akan melakukannya lagi di lain kesempatan. Sementara jika ada siswa yang berperilaku positif, maka guru pun memberikan apresiasi berupa pujian. Hal itu dengan tujuan agar perilakunya dipertahankan dan dapat ditularkan kepada siswa lainnya.

Di dalam satu kelas, kemampuan siswa dalam memahami materi yang diajarkan guru tidaklah sama. Ada yang cepat dan ada juga yang lambat. Bagi yang lambat, guru akan memberikan perhatian khusus berupa bimbingan agar siswa tersebut tidak tertinggal jauh dari teman-temannya. Bahkan, guru juga memanfaatkan teman sejawatnya untuk bersedia mengajarkan siswa yang masuk dalam kategori lambat tersebut.

Kedua ilustrasi di atas terkait dengan mendidik dan mengajar merupakan bentuk nyata guru dalam menyayangi siswa. Jika tak ada rasa kasih sayang guru terhadap siswa. Dapat dipastikan guru akan membiarkannya. Tak peduli, mau siswa berperilaku negatif atau tidak belajar sama sekali.

Nyatanya, guru selalu perhatian. Meskipun kata sayang itu tak pernah terucap dari guru, tapi sikapnya telah membuktikan bahwa seorang guru sangat menyayangi semua anak didiknya. Setiap anak tak pernah luput dari perhatian guru.

Berkaitan dengan kasih sayang, bulan Februari seringkali oleh kalangan remaja yang suka merayakannya dijadikan sebagai momentum untuk meluapkan rasa kasih sayang. Pasalnya, seperti yang kita ketahui bersama bahwa setiap tanggal 14 Februari diperingati sebagai “valentine Day” atau dikenal dengan istilah hari kasih sayang.

Bagi guru, kasih sayang diberikan kepada siswa setiap saat. Setiap hari adalah hari kasih sayang untuk anak didiknya. Dengan demikian, sudah menjadi suatu keharusan jika siswa pun membalas kasih sayang guru. Caranya, dengan rajin belajar, berperilaku positif, dan sukses di masa depan. Semoga...

Catatan: Artikel ini telah dimuat di Koran Kabar Priangan edisi Selasa, 14 Februari 2023

Melatih Keterampilan Komunikasi Siswa

Melatih Keterampilan Komunikasi Siswa

Melatih Keterampilan Komunikasi Siswa

        Salah satu kemampuan siswa yang harus dikembangkan dalam pembelajaran abad 21 adalah keterampilan komunikasi. Menurut James A. F. Stoner, komunikasi diartikan sebagai suatu proses pada seseorang yang berusaha untuk memberikan pengertian dan informasi dengan cara menyampaikan pesan kepada orang lain.

            Memiliki keterampilan komunikasi itu sangat penting. Apalagi kita sebagai makhluk sosial yang pasti berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lainnya. Manusia tak bisa hidup sendiri. Butuh teman untuk berbicara. Bahkan, di era digital ini sudah banyak yang berhasil dan merasakan perolehan manfaat dari hasil keterampilan komunikasi yang dimiliki.

            Seorang youtuber, misalnya. Dengan keterampilan komunikasi yang baik. Pesan yang disampaikannya mudah dipahami oleh penonton. Ditambah lagi dengan kreatif dan inovatif menjadikan para penonton semakin tertarik dan tentunya setia menunggu atas konten-konten berikutnya. Dengan begitu, seorang youtuber akan memperoleh penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan bahkan saat ini, menjadi youtuber sudah banyak yang menjalaninya dan diminati oleh kalangan anak remaja.

            Pada dasarnya, komunikasi dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Agar seseorang dapat terampil dalam komunikasinya tentunya perlu dilatih dengan baik. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk melatih keterampilan komunikasi siswa dalam proses pembelajaran di sekolah, yaitu:

            Pertama, diskusi kelompok. Ketika berdiskusi, seluruh anggota kelompok harus aktif. Masing-masing anggota mengemukakan pendapatnya. Dalam hal ini, siswa akan belajar bagaimana mengomunikasikan pendapat dengan baik. Agar yang dikomunikasikannya dapat dipahami oleh setiap anggota kelompok. Tentunya harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

            Kedua, presentasi di depan kelas. Seseorang yang belum terbiasa berbicara di depan banyak orang pasti gerogi. Malu dan tidak percaya diri. Untuk itu, berikan kesempatan kepada siswa untuk belajar berbicara dengan mempresentasikan ide, pengalaman, atau hasil dari kegiatan diskusinya. Lama-kelamaan, perubahan dalam diri siswa tampak terlihat. Bahkan, siswa sendiri yang akan meminta untuk melakukan presentasi di depan kelas.

            Ketiga, tanya jawab. Tak semua siswa langsung berani berbicara di depan kelas. Beberapa siswa pasti ada yang masih terlihat malu-malu. Untuk merangsang keberaniannya dalam berkomunikasi. Guru bisa melakukannya melalui tanya jawab. Berikan sebuah pertanyaan yang mudah untuk dijawab oleh siswa. Hindari pertanyaan yang membutuhkan siswa untuk berfikir terlebih dulu. Hal itu karena disini tujuan kita adalah untuk merangsang dan melatih dia dalam berkomuniasi dengan menyampaikan pesan sesuai dengan pertanyaannya.

            Melatih keterampilan komunikasi siswa memang membutuhkan waktu dan usaha yang relevan. Semua itu adalah proses pendidikan yang wajar. Pasalnya, proses pembelajaran dan pendidikan yang dilakukan guru saat ini tidak akan terasa semua hasilnya secara langsung. Dan bahkan, siswa yang saat ini kita latih berkomunikasi akan merasakan manfaatnya setelah nanti mereka beranjak dewasa.

            Terpenting saat ini yang bisa dilakukan oleh guru untuk melatih keterampilan komunikasi siswa adalah berupaya secara maksimal. Selain beberapa cara diatas, kita juga bisa berinovasi mencari upaya lainnya yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Harapannya, siswa terampil komunikasi dan meraih masa depannya dengan penuh kebahagiaan dan kesejahteraan. Aamin…

Catatan: Artikel ini telah dimuat di Koran Kabar Priangan, pada hari Rabu tanggal 8 Februari 2023.

Contoh Opini Kabar Priangan: Fenomena Tarik Ulur Kurikulum Pendidikan

Contoh Opini Kabar Priangan: Fenomena Tarik Ulur Kurikulum Pendidikan

Tulisan ini dimuat di Opini Kabar Priangan

Oleh: Dede Taufik, S.Pd.
Sejarah baru dalam dunia pendidikan dimana terjadinya fenomena tarik ulur dalam penerapan kurikulum pendidikan di sekolah. Kurikulum 2006 yang dikenal sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pada Juli 2013 secara resmi digantikan oleh Kurikulum 2013 yang diterapkan terlebih dahulu di sekitar 6.221 sekolah mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan menengah atas dan secara serentak diterapkan di seluruh sekolah mulai tahun ajaran 2014/2015. Akan tetapi, setelah terjadi pergantian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dari Mohammad Nuh dalam Kabinet Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang digantikan oleh Anies Baswedan dalam Kabinet Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) Kurikulum pun mengalami pergantian.
Hal yang menarik pada pergantian kurikulum saat ini adalah terjadinya fenomena tarik ulur antara KTSP dan Kurikulum 2013. Jika sebelumnya, Kurikulum 2013 tersebut diterapkan untuk menggantikan KTSP dengan alasan sebagai bentuk penyempurnaannya, namun kali ini Kurikulum 2013 pun dihentikan dan digantikan kembali oleh kurikulum sebelumnya yaitu KTSP, dengan alasan ditemukannya beberapa fakta kalau sebagian sekolah belum siap melaksanakannya karena masalah kesiapan buku, sistem penilaian, penataran guru, pendampingan guru, dan pelatihan kepala sekolah.
Menurut Anies Baswedan, keputusan untuk menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 dan kembali pada KTSP merupakan langkah yang tepat bagi pendidikan nasional karena penerapan Kurikulum 2013 tidak diimbangi oleh kesiapan pelaksanaannya. Penerapan yang dinilai terlalu tergesa-gesa tersebut membuat peserta didik dan kebanyakan guru mengalami kesulitan untuk mengaplikasikannya di sekolah. Padahal, guru merupakan kunci utama dalam menyukseskan kurikulum tersebut dengan menjadikan pembelajaran lebih bermakna dan menciptakan peserta didik yang mampu berprestasi baik di bidang akademik maupun non-akademik.
Keputusan penghentian yang diambil oleh Mendikbud yang baru memang sangat berani, sehingga hal itu mendapat kritikan dari mantan Mendikbud selaku penggagas Kurikulum 2013. Menurut Mohammad Nuh, kembalinya pada kurikulum sebelumnya (KTSP) merupakan langkah mundur karena secara substansi, Kurikulum 2013 dinilainya tidak ada masalah. Selain itu, bukti yang ditunjukkan jika substansinya tidak ada masalah adalah dengan tetap diberlakukannya bagi sekolah-sekolah yang telah menerapkannya selama tiga semester, yaitu mulai tahun ajaran 2013/2014.
Dengan terjadinya fenomena tarik ulur kurikulum pendidikan dari Kurikulum 2013 ke KTSP, tentunya akan memunculkan persoalan yang baru, seperti halnya menyangkut Data Pokok Pendidikan (Dapodik), terlanjurnya pembelian buku kurikulum 2013 yang sudah dikirim ke sekolah, dan teknis penggunaan KTSP dalam masa transisi. Bukan hanya itu, peserta didik yang dijadikan target pembelajaran pun akan merasakan kebingungan dan tidak menutup kemungkinan mengganggu terhadap psikologisnya akibat perubahan yang terlalu cepat.
Di Tasikmalaya sendiri, fenomena tarik ulur kurikulum yang dilakukan oleh Mendikbud yang baru tersebut menjadi buah bibir yang menarik untuk dibahas. Munculnya pro dan kontra terhadap keputusan penghentian Kurikulum 2013 di kalangan guru sendiri. Bukan masalah kerumitan dalam menerapkan Kurikulum 2013, lalu akhirnya merasa sangat bahagia karena telah diputuskan untuk dihentikan, melainkan waktu pengambilannya yang tidak tepat yaitu di tengah-tengah tahun ajaran yang sedang berjalan. Harapannya Kurikulum 2013 tersebut tetap dilanjutkan selama satu tahun ajaran penuh yaitu pada semester satu dan semester dua tahun ajaran 2014/2015.
Apabila kita cermati secara seksama, setidaknya terdapat sepuluh perbedaan mendasar antara Kurikulum 2013 dan KTSP. Kalau dalam Kurikulum 2013 hal mendasarnya yaitu: Pertama, SKL  (Standar Kompetensi Lulusan) ditentukan terlebih dahulu, melalui Permendikbud No 54 Tahun 2013. Setelah itu baru ditentukan Standar Isi, yang berbentuk Kerangka Dasar Kurikulum, yang dituangkan dalam Permendikbud No 67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013. Kedua, aspek kompetensi lulusan ada keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Ketiga, di jenjang SD Tematik Terpadu untuk kelas I-VI. Keempat, Jumlah jam pelajaran per minggu lebih banyak dan jumlah mata pelajaran lebih sedikit dibanding KTSP. Kelima, Proses pembelajaran setiap tema di jenjang SD dan semua mata pelajaran di jenjang SMP/SMA/SMK dilakukan dengan pendekatan ilmiah (saintific approach), yaitu standar proses dalam pembelajaran terdiri dari Mengamati, Menanya, Mengolah, Menyajikan, Menyimpulkan, dan Mencipta. Keenam, TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) bukan sebagai mata pelajaran, melainkan sebagai media pembelajaran. Ketujuh, standar penilaian menggunakan penilaian otentik, yaitu mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil. Kedelapan, Pramuka menjadi ekstrakuler wajib. Kesembilan, Pemintan (Penjurusan) mulai kelas X untuk jenjang SMA/MA. Kesepuluh, BK lebih menekankan mengembangkan potensi siswa.
Sementara hal mendasar dalam KTSP, yaitu: Pertama, standar Isi ditentukan terlebih dahulu melaui Permendiknas No 22 Tahun 2006. Setelah itu ditentukan SKL (Standar Kompetensi Lulusan) melalui Permendiknas No 23 Tahun 2006. Kedua, lebih menekankan pada aspek pengetahuan. Ketiga, di jenjang SD Tematik Terpadu untuk kelas I-III. Keempat, Jumlah jam pelajaran lebih sedikit dan jumlah mata pelajaran lebih banyak dibanding Kurikulum 2013. Kelima, Standar proses dalam pembelajaran terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi. Keenam, TIK sebagai mata pelajaran. Ketujuh, Penilaiannya lebih dominan pada aspek pengetahuan. Kedelapan, Pramuka bukan ekstrakurikuler wajib. Kesembilan, Penjurusan mulai kelas XI. Kesepuluh, BK lebih pada menyelesaikan masalah siswa.
Mengingat jauhnya perbedaan mendasar antara Kurikulum 2013 dan KTSP tersebut akan menjadikan kebingungan bagi guru untuk menerapkan dua kurikulum sekaligus dalam satu tahun ajaran, yaitu Kurikulum 2013 dalam semester ganjil dan KTSP dalam semester genap. Menurut hemat penulis, idealnya Kurikulum 2013 tersebut tetap diterapkan di sekolah sampai akhir tahun ajaran 2014/2015 agar tidak munculnya persoalan baru seperti yang telah disebutkan di atas. Penulis pun memprediksikan jika Kurikulum 2013 akan tetap diberlakukan oleh beberapa sekolah, meskipun Peraturan Menteri (Permen) penghentian Kurikulum 2013 telah ditandatangi pada tanggal 5 Desember 2014 dan disebarkan ke seluruh sekolah karena memiliki alasan yang cukup kuat yaitu menyelesaikan dengan tuntas sampai akhir tahun ajaran 2014/2015. 
Contoh Opini Kabar Priangan: Periodisasi Kepala Sekolah yang Memanas

Contoh Opini Kabar Priangan: Periodisasi Kepala Sekolah yang Memanas

Tulisan ini dimuat di Opini Kabar Priangan, 5 Februari 2015

Oleh: Dede Taufik, S.Pd.
Pengertian Kepala sekolah menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 28 Tahun 2010 Tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah, yaitu guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin taman kanak-kanak/raudhotul athfal (TK/RA), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK), atau sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) yang bukan sekolah bertaraf internasional (SBI) atau yang tidak dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI).
Ditetapkannya aturan periodisasi kepala sekolah, menuai protes dari beberapa kepala sekolah yang ada di Kota Tasikmalaya. Bentuk protes yang dilakukan oleh gabungan kepala sekolah, Senin (2/2/2015) yaitu dengan melakukan aksi unjuk rasa di Halaman Balai Kota Tasikmalaya (Kabar Priangan, 3/2/2015). Hal itu dilakukan, untuk meminta kepada Wali Kota Tasikmalaya, Budi Budiman, agar segera mencabut Surat Keputusan (SK) tentang pemberhentian kepala sekolah karena dianggap menyimpang dari prinsip keadilan. Terdapat tiga alasan ketidakadilan yang disampaikan oleh Nurdin, sebagai koordinator dalam unjuk rasa tersebut. Pertama, memberhentikan kepala se­kolah tanpa pro­ses penilaian. Kedua, penilaian yang berlaku surut sejak peraturan itu ditetapkan. Ketiga, tendensius terhadap kepala sekolah yang masa pensiun kurang dari satu tahun.
Bagi kepala sekolah yang kebetulan tergeser dan diharuskan kembali menjadi guru biasa merupakan resiko yang harus ditempuh akibat dari periodisasi masa jabatan kepala sekolah. Bukan karena kualitasnya jelek atau rendah, melainkan telah menjadi sebuah aturan yang harus dilaksanakan. Sebenarnya, apabila kita mencermati dari pengertian kepala sekolah di atas. Kepala sekolah itu merupakan tugas tambahan dari seorang guru, yang masih diwajibkan untuk tetap mengajar ke dalam kelas layaknya seperti guru lainnya. Namun, mungkin akibat dari banyaknya tugas administrasi dan tugas kedinasan yang harus dikerjakan oleh kepala sekolah. Akhirnya, tak sedikit yang sengaja atau tidak sengaja meninggalkan kewajibannya untuk mengajar sehingga pada saat diharuskan untuk kembali lagi menjadi guru melalui periodisasi ini, timbul rasa gengsi pada dirinya terutama yang beranggapan mengalami penurunan dalam jabatan.
            Padahal, apabila kita cermati salah satu bentuk kepemimpinan di Perguruan Tinggi. Seorang Rektor di salah satu Universitas, tetap mengajar mahasiswanya selaku dosen dari mata kuliah yang diampunya. Apabila yang bersangkutan telah habis masa bhaktinya menjadi Rektor, maka akan kembali lagi menjadi seorang dosen biasa. Hal tersebut, telah menjadi suatu kebiasaan dari Perguruan Tinggi dalam bentuk kepemimpinan, sehingga pada saat digantikan oleh Rektor yang baru tidak menimbulkan reaksi protes dari Rektornya yang lama.
Terjadinya aksi protes dari gabungan kepala sekolah terhadap pemerintah merupakan hal yang wajar. Pasalnya, aturan periodisasi terhadap kepala sekolah di lingkungan Kota Tasikmalaya baru pertama kali dilakukan. Sebuah keniscayaan munculnya pro dan kontra bagi aturan yang baru diterapkan, apalagi bagi seseorang yang terkena dampak negatif dari aturan tersebut pasti saja merasa dikecewakan. Sementara, bagi seseorang yang terkena dampak positif yaitu bisa terpilih menjadi kepala sekolah yang baru adalah sebuah keberuntungan karena bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang pemimpin di dalam sekolah.
Supaya permasalahan periodisasi ini tidak semakin memanas, pemerintah harus segera mengantisipasinya. Pemerintah harus menjelaskan kepada seluruh kepala sekolah yang ditugaskan untuk menjadi guru kembali, tentang maksud dan tujuannya mengapa dilakukan periodisasi tersebut. Selain itu, pemerintah harus berani menunjukkan penilaian kinerja secara transfaran bagi kepala sekolah yang berprestasi maupun tidak berprestasi. Hal itu penting, untuk menghindari terjadinya protes dan penolakan di kemudian hari. Dengan begitu, semuanya akan memahami hingga akhirnya menyadari bahwa menjadi kepala sekolah hanya sebagai tugas tambahan, sementara tugas utamanya tetap mengajar. Jadi, dengan adanya pengetahuan akan hal itu, semuanya pasti akan menyadari dan berusaha untuk menerima dengan sadar tentang aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Harapan dilakukannya periodisasi ini adalah mampu mendorong terhadap peningkatkan mutu pendidikan, dimana pelaksanaannya dilakukan secara konsisten dan menerapkan penilaian kinerja yang akuntabel dan bersifat transfaran. Ke depannya guru yang ditugaskan menjadi kepala sekolah akan berusaha keras untuk memberikan yang terbaik. Tidak akan lagi ada kepala sekolah yang hanya sebagai nama jabatan saja, dengan bekerja secara asal-asalan. Pasalnya, apabila prestasi kinerjanya bagus, maka masa jabatannya bisa diperpanjang kembali dan bahkan bisa dipromosikan lagi untuk menjadi pejabat yang lebih tinggi. Begitu juga sebaliknya, jika tidak menunjukkan perkembangan prestasi yang bermakna, maka bersiap diri untuk tidak menjabat lagi sebagai kepala sekolah.  
Sebaiknya, bagi seorang guru yang berniat mengajukan diri menjadi kepala sekolah, diharuskan memahami terlebih dahulu seluruh persyaratan yang telah ditentukan oleh Permendiknas. Sebagian persyaratannya yaitu berstatus sebagai guru pada jenis atau jenjang sekolah/madrasah yang sesuai dengan sekolah/madrasah tempat yang bersangkutan akan diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah; memiliki sertifikat kepala sekolah/madrasah pada jenis dan jenjang yang sesuai dengan pengalamannya sebagai pendidik yang diterbitkan oleh lembaga yang ditunjuk dan ditetapkan Direktur Jenderal; beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; tidak pernah dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku; memperoleh nilai baik untuk penilaian kinerja sebagai guru dalam 2 (dua) tahun terakhir, dll.
Hal ini sangat dipentingkan, sebagai gambaran awal dan bisa mempersiapkan diri untuk menjadi kepala sekolah yang berkualitas. Sebagai pemimpin di sekolahnya, tentunya harus bisa memberikan contoh teladan yang baik terhadap semua warga sekolah, baik kepada guru, peserta didik, dan staf karyawan lainnya. Pasalnya, baik tidaknya kepala sekolah merupakan potret yang akan menggambarkan segala kondisi yang berada di dalam sekolah tersebut. Melalui periodisasi kepala sekolah ini, jadikanlah sebagai ajang untuk berkompetisi dalam menciptakan mutu pendidikan yang berkualitas baik secara moral juga pengetahuan. 
Contoh Opini Kabar Priangan: Publikasi Ilmiah, Antara Peluang dan Ancaman

Contoh Opini Kabar Priangan: Publikasi Ilmiah, Antara Peluang dan Ancaman

Tulisan ini pernah dimuat di Opini Kabar Priangan, 1 April 2015

Oleh: Dede Taufik, S.Pd. 
Tugas utama seorang guru di sekolah adalah mengajar dan mendidik. Mengajar diartikan sebagai segenap aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar (Nasution, 1982:8). Sementara mendidik diartikan sebagai usaha yang lebih ditujukan kepada pengembangan budi pekerti, semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketakwaan, dll. (Prof. Darji Damodiharjo).
Selain tugas utama tersebut, ternyata seorang guru diwajibkan untuk membuat karya tulis ilmiah dan mempublikasikannya. Kewajiban ini harus dipenuhi oleh seorang guru pada jenjang pendidikan anak usia dini, dasar dan menengah, terutama guru yang berkeinginan naik jenjangan golongan III-b ke atas. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PAN & RB) Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Dalam Permen tersebut disebutkan beberapa jenis publikasi ilmiah, diantaranya: Penelitian Tindakan Kelas (PTK), jurnal ilmiah, presentasi pada forum ilmiah, dan pembuatan buku pelajaran. Karya tulis ini penting sekali untuk ditempuh bagi seorang guru, apabila ingin naik golongan. Sebelumnya, publikasi ilmiah diperuntukkan bagi guru yang ingin naik golongan dari IV-a ke IV-b dan mengakibatkan kebanyakan golongan guru bertumpuk di golongan IV-a. Sementara saat ini, publikasi ilmiah dimulai dari III-b ke atas, sehingga memunculkan pandangan kalau publikasi ilmiah ke depannya akan menjadi sebuah peluang bagi guru untuk berkarir. Namun juga bisa sebaliknya, yaitu menjadi ancaman bagi karir guru.
Pandangan yang mengasumsikan kalau publikasi ilmiah akan menjadi ancaman terhadap karir guru adalah bercermin dari cetaknya karir guru pada golongan IV-a. Hal itu didukung oleh berbagai alasan, khususnya untuk guru sekolah dasar (SD) sebagai guru rombongan semua mata pelajaran sekaligus menjadi wali kelas. Banyaknya administrasi kelas dan sekolah, menjadi alasan pertama kenapa para guru enggan untuk menulis karya ilmiah untuk meneruskan ke golongan berikutnya. Selain itu, masih banyak guru yang merasa kebingungan tentang bagaimana cara menulis karya ilmiah yang baik dan benar karena di sekolah tidak diajarkan terlebih dahulu oleh pihak dinas pendidikan yang mewadahinya. Padahal, jika publikasi ilmiah tersebut dijadikan sebagai syarat kenaikan golongan guru. Semestinya, terlebih dahulu dilakukan pendidikan dan pelatihan penulisan karya ilmiah terhadap seluruh guru di semua jenjang pendidikan. Kemudian, diberikan pula pemahaman tentang strategi yang perlu ditempuh untuk mempublikasikan karya tulis tersebut.
Penulis sendiri, sebagai seseorang yang memandang publikasi ilmiah merupakan peluang yang sangat besar untuk berkarir. Adapun yang menjadi alasan kenapa penulis beranggapan bahwa publikasi ilmiah itu sebagai peluang. Pertama, Seorang guru akan termotivasi kembali untuk membuka cakrawalanya. Tentunya, dengan mendekatkan diri pada kebiasaan membaca. Pasalnya, kegiatan membaca dapat mempermudah diri untuk menuangkan gagasan ke dalam bentuk tulisan. Ada pula yang mengatakan jika kedua kompetensi tersebut tidak dapat dipisahkan karena satu sama lainnya saling berhubungan. Semakin banyak membaca, maka akan semakin banyak gagasan-gagasan yang bisa dituliskan.
Kedua, sebagai bentuk pengembangan professionalisme guru. Pada hakekatnya, guru professional adalah guru yang tidak pernah berhenti belajar dan terus berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Keprofessional guru perlu dikembangkan secara berkelanjutan artinya dilakukan sesuai dengan kebutuhan guru dan dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini, seseorang yang berprofesi sebagai guru diharapkan bisa melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil pembelajaran, serta menganalisis berbagai permasalahan yang seringkali terjadi untuk dicarikan pemecahannya. Evaluasi dan permasalahan itu kemudian dituliskan melalui langkah-langkah dalam PTK atau dalam bentuk artikel, sehingga jadilah sebuah karya tulis.
Sesungguhnya, kegiatan menulis bagi guru adalah sebuah keniscayaan. Sungguh mengkhawatirkan, apabila terdengar kalimat “saya mah gak bisa nulis, da aku mah apa atuh” yang diucapkan oleh seorang guru. Pasalnya, dalam menjalankan rutinitasnya sebagai guru, tidak terlepas dari tulisan-tulisan. Baik tulisan yang berada dalam buku mata pelajaran, maupun buku yang menunjang pembelajaran. Selain itu, berbagai permasalahan seringkali ditemukan di dalam kelas maupun di lingkungan sekolah. Yang apabila dituliskan, bisa menjadi sebuah karya ilmiah yang sangat luar biasa. Tidak perlu dilakukan dengan penelitian besar dan berbagai teori yang ruwet, namun cukup melalui penelitian sederhana dengan dibantu oleh guru lain sebagai rekan peneliti.
Guru senior, dengan pengalaman dan ide atau gagasan yang sangat banyak. Seharusnya, mampu menghasilkan karya tulis yang tidak sedikit pula. Namun kenyataannya tidaklah demikian, justru kebanyakan dari mereka merasa kesulitan untuk memulai kegiatan tulis-menulis. Padahal, ketika diajak berdiskusi seputar pengalamannya menjadi guru. Begitu jelas paparan yang diberikannya, kalau menurut bahasa orang sunda adalah “éntép seureuh tur malapah gedang cumaritana”. Dari ilustrasi tersebut, berarti kegiatan tulis-menulis perlu dilatih dan dikembangkan, serta didukung oleh wawasan luas melalui kegiatan membaca dan berdiskusi.
Tanpa adanya pelatihan, pengembangan, dan membaca, kegiatan menulis tidak akan berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, melalui Permen PAN & RB merupakan langkah awal sebagai kewajiban akademik yang harus ditempuh oleh seorang guru meskipun sifatnya memaksa. Tetapi jika kita pikirkan lebih jauh, karya tulis itu bisa menghidupkan penulis selamanya. Dalam artian, meskipun penulisnya telah meninggal dunia, hasil tulisannya masih bisa memberikan manfaat bagi orang lain yang membacanya. Pepatah mengatakan, tidak akan ada seorang ahli yang dikenang ilmunya hingga saat ini, tanpa ada tulisan yang mengabadikannya. Dari situ dapat disimpulkan, bahwa publikasi ilmiah juga berpeluang besar untuk menjadikan penulisnya dapat dikenang oleh orang lain, selain berfungsi sebagai syarat kenaikan golongan. Dan diharapkan, tidak menjadi suatu ancaman yang berarti bagi karir guru karena guru merupakan sebuah profesi yang harus dihargai dengan tugas utama yang tidak ringan yaitu menjadikan siswa memiliki wawasan luas dan memiliki akhlak mulia.
Contoh Opini Kabar Priangan: Melestarikan Bahasa Ibu

Contoh Opini Kabar Priangan: Melestarikan Bahasa Ibu

Tulisan ini dimuat di Opini Kabar Priangan, 25 Februari 2015

Setiap tanggal 21 Februari, diperingati sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional  yang ditetapkan oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization). Tujuannya adalah untuk mempertahankan eksistensi bahasa daerah di setiap dunia agar tidak hilang dan punah. Sayangnya, hari istimewa ini tidak banyak yang mengetahuinya. Sehingga, dianggap sebagai hari yang biasa-biasa saja bagi kebanyakan orang. Seharusnya, hari itu dijadikan sebagai momentum khusus untuk menggunakan bahasa daerah (bahasa ibu) sehari penuh dengan dipandu oleh pemerintah daerah (Pemda) setempat. Berlaku bagi semua kalangan, baik karyawan perusahaan, pegawai negeri sipil, pekerja serabutan, dll. Pokoknya, seluruh masyarakat yang menempati daerah tersebut diwajibkan untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa ibu setempat.
Bahasa ibu yang digunakan oleh masyarakat Jawa Barat, Khususnya Priangan Timur adalah Bahasa Sunda. Kini, bahasa ibu menjadi bahasa kedua setelah bahasa persatuan, yakni bahasa Indonesia. Bahkan, bisa saja menjadi bahasa ketiga setelah bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Padahal, sejatinya bahasa ibu atau bahasa Sunda harus menjadi bahasa pertama di daerahnya sendiri. Namun, seiring perkembangan zaman bahasa tersebut perlahan-lahan tersingkirkan. Kerap kali kita menemukan anak-anak yang ketika berkomunikasi bersama orangtua atau kerabatnya, mempergunakan bahasa Indonesia. Memang tak dapat disalahkan, karena kebiasaan itu ditularkan oleh kedua orangtuanya dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama di keluarganya. Hal ini dikhawatirkan, bisa mengakibatkan bahasa Sunda terpinggirkan dan hilang diterjang oleh perkembangan zaman.
Penuturan bahasa sunda berbeda dengan bahasa nasional, dimana dalam bahasa sunda memiliki struktur bahasa yang dikelompokkan menjadi kelas-kelas sosial dan usia. Pengelompokkan tersebut dikenal dengan “Undak-usuk Basa”. Bahasa yang dipergunakan, disesuaikan dengan kondisi dan situasi artinya memperhitungkan tempat dan lawan bicara. Jika kita berbicara dengan anak-anak, tentunya bahasa sunda yang dipergunakan berbeda dengan bahasa yang digunakan kepada orangtua. Sehingga, dikenal ada bahasa yang halus dan bahasa yang kasar. Misalnya, kata rumah dalam bahasa Indonesia bisa disebutkan menjadi imah (bahasa sunda normal) dan bumi (bahasa sunda halus). Selain itu kata makan, dalam bahasa sunda terdiri dari neda, tuang, dahar, nyatu, dan lolodok.
Undak-usuk Basa inilah yang saat ini semakin memudar, tidak hanya berlaku bagi anak-anak dan remaja melainkan orangtua pun telah banyak yang mengalami kesulitan untuk memilah dan memilihnya. Seringkali, bahasa yang diucapkan kepada seseorang sudah tak mengenal lagi apakah itu diperuntukkan untuk berbicara kepada orang yang lebih tua atau bukan. Kenyataannya, di kalangan remaja bahasa sunda yang dipakai saat ini kebanyakannya adalah bahasa yang kasar seperti sia dan maneh untuk menyebutkan kamu (bahasa Indonesia).
Beberapa alasan yang melatarbelakangi memudarnya penggunaan bahasa Sunda. Pertama, adanya rasa malu dan gengsi. Rasa ini timbul karena menggunakan bahasa Sunda dianggapnya “kampungan” atau orang yang berasal dari kampung. Dalam pikirannya, menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Asing dianggapnya lebih keren dan bermartabat di hadapan orang lain. Apalagi orang tersebut baru pulang merantau dari ibu kota, dengan percaya dirinya berbicara menggunakan bahasa ibu kota meskipun lawan bicaranya tetap menggunakan bahasa daerah. Kedua, kekhawatiran orangtua. Seringkali, penulis mendengar alasan dari orangtua kenapa dalam komunikasi utamanya dengan anak di keluarga sering menggunakan bahasa Indonesia, bukan bahasa daerah. Ternyata orangtua merasa khawatir, jika berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Sunda, anaknya akan mengeluarkan kata-kata yang kasar. Padahal, kata-kata kasar seringkali ditemukan anak dari hasil mengamati kemudian menirunya dari lingkungan sekitar seperti jalanan, terminal, dan tempat tongkrongan. Ketiga, munculnya bahasa alay. Diakui atau tidak, bahasa alay secara cepat mampu menarik perhatian kalangan anak muda dengan cepat. Bahasa ini, dengan mudahnya mendapatkan tempat di hati mereka dan menjadikan bahasa ini sebagai alat komunikasi bagi orang-orang yang gaul. Keempat, tidak adanya regenerasi secara turun-temurun. Putusnya rantai komunikasi penggunaan bahasa Sunda dari orangtua kepada anaknya menjadi faktor yang berbahaya. Pasalnya, jika di keluarganya tidak diperkenalkan sejak dini kepada anaknya, bisa jadi bahasa Sunda bagi anaknya dianggap sebagai bahasa yang asing.
Dengan demikian, sebelum bahasa Sunda mengalami kepunahan perlu dilakukan upaya-upaya untuk menyelamatkannya. Pertama, bahasa Sunda diwajibkan sebagai bahasa pengantar di sekolah. Hal ini mengingat bahwa peserta didik merupakan generasi penerus yang perlu diberikan pemahaman tentang bahasa Sunda. Kedua, menjadikan bahasa Sunda sebagai bahasa yang wajib digunakan dalam setiap komunikasi dengan orang lain, minimal satu minggu sekali. Seperti halnya, “Rebo Nyunda” atau Rabu Sunda yang dilakukan di Kota Bandung. Selain mewajibkan seluruh warga Kota Bandung memakai pakaian daerah khas sunda yang secara khusus untuk pegawai negeri sipil, juga dihimbau menggunakan bahasa Sunda untuk berkomunikasi dengan orang lain. Ketiga, menggiatkan pemberian penghargaan. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Ajip Rosidi dalam memberikan penghargaan terhadap Sastra Rancage dan pemberian penghargaan terhadap Seni dan Kebudayaan Sunda yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. Keempat, media cetak menyediakan rubrik yang khusus tentang penulisan artikel, cerita, dan sejenisnya yang menggunakan bahasa Sunda, seperti carita pondok (carpon), puisi, pantun, dll. Kelima, dalam keluarga budayakan kembali penggunaan bahasa Sunda.
Upaya yang terakhir ini merupakan upaya yang perlu diutamakan, pasalnya tidak dimungkiri di setiap keluarga terjadi kekhawatiran dan ketidakpahaman akan Undak-usuk Basa dari bahasa Sunda yang benar dan tepat. Sehingga, hal ini perlu mendapatkan bimbingan dari orang yang lebih memahami tentang penggunaan bahasa tersebut agar tidak terjadi kesalahan. Dan lingkungan keluarga adalah lingkungan yang berperan penting dalam mengenalkan dan melestarikan bahasa Sunda sebagai bahasa pertama atau bahasa ibu yang dikenal oleh anak-anaknya.
Penulis juga menyadari, sebagai orang yang terlahir dari keturuan orang sunda dan hidup di daerah sunda telah mengalami pemudaran pengetahuan bahasa Sunda, terutama bahasa Sunda yang halus dan sesuai dengan undak-usuk basa. Oleh karena itu, agar bahasa Sunda sebagai bahasa ibu di daerah Jawa Barat, khususnya di Priangan Timur bisa dilestarikan dan terhindar dari kepunahan. Harus dilakukan sebuah kerjasama yang menyeluruh dan mengikat antara pemerintah dan semua warga masyarakat dalam upaya pelestarian bahasa Sunda sebagai ciri khas daerah yang berada di Provinsi Jawa Barat. 
Contoh Opini Kabar Priangan: Buku dan Budaya Baca Masyarakat

Contoh Opini Kabar Priangan: Buku dan Budaya Baca Masyarakat

Tulisan ini dimuat di Opini Kabar Priangan, 7 April 2015

Oleh: Dede Taufik, S.Pd.
Tanggal 2 April kemarin, diperingati sebagai Hari Buku Anak Sedunia. Seharusnya, di hari tersebut menjadi momentum yang sangat berharga untuk meningkatkan budaya baca masyarakat. Pasalnya, budaya baca masyarakat saat ini sungguh memprihatinkan. Padahal, kegiatan membaca merupakan kegiatan terpenting untuk memperkaya diri dengan berbagai informasi dan ilmu pengetahuan yang terus mengalami perkembangan.
Sebagaimana survei yang pernah dilakukan oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) tahun 2011. Berdasarkan catatannya, indeks minat baca masyarakat Indonesia baru mencapai 0,001. Hal ini dapat diasumsikan, dari seribu orang hanya terdapat satu orang yang memiliki minat untuk membaca. Selain itu, study PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2012 juga mencatat, kalau peringkat pendidikan Indonesia terutama di bidang matematika, sains, dan membaca berada pada urutan ke-64 dari 65 negara.
Budaya baca merupakan suatu kebiasaan yang harus diciptakan dan dikembangkan, karena bukan faktor bawaan sejak lahir. Rendahnya minat baca, harus menjadi pemikiran bersama untuk mencari solusinya. Bukan hanya oleh praktisi pendidikan, melainkan bersama-sama dengan pemerintah dan masyarakat. Pasalnya, rendahnya budaya membaca adalah sebuah bencana nasional yang harus segera diantisipasi.
Bencana nasional yang dimaksud, akan dirasakan pada masa kini dan masa mendatang. Pada masa kini, masyarakat akan tertinggal oleh berbagai informasi yang baru dan aktual. Sementara pada masa mendatang, hilangnya pengetahuan akan sejarah penting yang telah terjadi. Sehingga, memudarkan rasa simpati dan empati terhadap sebuah nilai yang dahulu menjadi karakteristik terpenting dari kehidupan masyarakat. Agar terwujudnya budaya baca pada masyarakat, perlu adanya ketersediaan sarana dan prasarana untuk mempermudah dalam pemerolehan buku (bahan bacaan). Sarana dan prasarana tersebut adalah perpustakaan atau taman baca masyarakat.
Perpustakaan atau taman baca masyarakat berperan penting memelihara dan meningkatkan efektifitas pembelajaran. Secara umum, perpustakaan diartikan sebagai koleksi buku dan majalah. Tujuannya, membantu masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan potensi diri untuk berfikir kreatif. Banyaknya perpustakan dan ramainya kunjungan masyarakat ke perpustakaan itu sendiri, bisa dijadikan sebagai tanda bahwa daerah tersebut telah maju.
Meskipun kegiatan membaca bisa dilakukan dengan menggunakan bahan bacaan dari media online, seperti jejaring sosial dan website. Ridwan Sinegar (dalam buku penelitiannya), menyatakan bahwa bacaan yang dicetak memiliki keuntungan khusus dibandingkan dengan media lain. Bahan cetakan akan terus menjadi saluran yang paling penting untuk pendidikan dan kemajuan kebudayaan manusia. Keuntungan tersebut antara lain: Membaca adalah suatu aktivitas pribadi yang dapat meningkatkan pengembangan individu, suatu bahan bacaan dapat dibaca dan dibaca kembali hingga pesan yang dikandungnya dapat  diserap, dan bahan  bacaan dapat dibawa kemana saja.
Selain tersedianya berbagai fasilitas untuk membaca, ada hal penting juga yang perlu diperhatikan yaitu tentang karakter. Karakter ini harus terus dipupuk dan dilatih mulai sejak dini. Orangtua, memiliki peran penting di dalamnya dengan memberikan contoh dan keteladanan, termasuk dalam mengantarkan anaknya menjadi gemar membaca dan kegiatan membaca menjadi budaya baginya. Dengan terciptanya budaya membaca pada masyarakat, terutama pada anak-anak bisa menjadi kekuatan besar bagi bangsa dan negara.
Seperti halnya Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, pernah mengatakan, “Jika mau mengubah bangsa, mulailah dari generasi mudanya”. Di matanya, generasi muda diyakini bisa memberikan sumbangsih terhadap kemajuan bangsa dan negara untuk masa kini maupun masa mendatang. Oleh karena itu, generasi muda yang berkualitas dan mampu bersaing harus diciptakan. Salah satunya melalui buku dan budaya membaca, sehingga mereka memiliki pengetahuan luas dan menjadi generasi berkualitas.
Meningkatkan budaya membaca, bisa berawal dari sekolah. Tak ada salahnya bahkan menjadi keharusan, jika sekolah yang ada di Indonesia khususnya Jawa Barat, meniru budaya yang ada di Jepang. Perpustakaan menjadi ciri khas dari sekolah yang ada di Jepang sebagai daya tarik bagi calon peserta didik. Salah satu caranya, mengisi perpustakaan dengan berbagai sumber bacaan yang lengkap. Pasalnya, Jepang meyakini bahwa perpustakaan bisa menjadi jaminan pendidikan untuk menciptakan generasi muda berkualitas.
Sebenarnya, hampir di setiap sekolah di Indonesia juga telah memiliki ruangan perpustakaan. Namun sayangnya, tidak didesain secara menarik dan pengelolaannya tidak efektif. Sehingga, kurang atau bahkan tidak memberikan daya tarik kepada peserta didik untuk meramaikan perpustakaan. Hal ini bisa terlihat ketika memasuki jam istirahat, kebanyakan peserta didik lebih memilih untuk bermain dan jajan di sekitar lingkungan sekolah.
Selain di sekolah, keberadaan perpustakaan juga harus bisa merangkul semua warga masyarakat dengan membentuk perpustakaan umum. Tentunya, koleksi buku yang disediakan harus lebih lengkap dibandingkan dengan di sekolah. Keleksi buku yang ada harus menjadi penunjang pengetahuan umum, seperti budi daya ikan, budi daya jamur, pemilihan bibit unggul, dll. Yang disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing. Manfaatnya, masyarakat akan terbantu dalam mendapatkan referensi untuk meningkatkan potensi diri dan lingkungannya. Sehingga, mereka mampu meningkatkan kesejahteraan hidup karena ditopang oleh ilmu yang sesuai dengan kebutuhan.
Sebagai contoh misalnya “Komunitas Ngéjah”, yang didirikan oleh Kang Opik Nero. Komunitas tersebut didirikan di wilayah Priangan Timur, seringkali menggiatkan program untuk meningkatkan budaya baca buku pada masyarakat. Hal menarik dari program itu, selain dilakukan di sekretariatnya juga dilakukan dengan berkeliling dari kampung ke kampung yang diberi nama “program kampung membaca”. Tentunya, keberadaan komunitas semacam ini perlu diapresiasi oleh kita semua.
Sehingga, menjadi keharusan bagi pemerintah untuk selalu memberikan dukungan terhadap komunitas-komunitas yang ada. Dengan terus menyumbangkan koleksi buku-buku terbaru sesuai perkembangan ilmu pengetahuan. Pasalnya, komunitas yang peduli terhadap masa depan bangsa ini berdiri berdasarkan inisiatif secara independen. Berawal dari orang-orang yang memiliki kepedulian yang sama. Tanpa adanya kontrak kerja politik dengan pihak manapun.
Harapannya, peringatan Hari Buku Anak Sedunia ini tidak hanya sebatas peringatan semata. Melainkan, mampu memberikan motivasi untuk benar-benar mewujudkan budaya baca yang tinggi pada masyarakat. Dengan mencintai buku sebagai teman hidup dalam memperkaya diri oleh berbagai informasi dan ilmu pengetahuan. Sehingga, masyarakat Indonesia pada masa kini maupun masa mendatang bisa berfikir kreatif dan berwawasan luas dalam menjalani hidup dengan lebih baik. 
Contoh Opini Kabar Priangan: Selamatkan Pelajar dari NarkOba

Contoh Opini Kabar Priangan: Selamatkan Pelajar dari NarkOba

Contoh Opini Kabar Priangan: Selamatkan Pelajar dari NarkOba
opini KP
Opini Kabar Priangan
Penulis : Dede Taufik, S.Pd. 
Sungguh mengejutkan bagi kita semua, pengguna narkoba dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Bahkan, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) pada 17 provinsi di tahun 2014. Jawa Barat mendominasi jumlah pengguna terbanyak di Indonesia, yaitu sekitar 700 ribu jiwa.
Sebagian besar pengguna narkoba merupakan orang-orang yang berada pada usia produktif, yaitu antara usia 15 hingga 65 tahun, termasuk pelajar di dalamnya. Padahal di tahun 2010 hingga 2035, Indonesia dianugerahi sebuah bonus demografi dengan jumlah usia produktif lebih banyak dibandingkan anak usia dini dan lanjut usia. Jika tidak dimanfaatkan dengan baik, bonus tersebut akan berbalik menjadi bencana demografi bagi Indonesia.
Oleh karena itu, terjadinya penambahan pengguna narkoba secara terus menerus tak bisa dibiarkan dan harus segera diantisipasi. Apalagi, jika pengguna narkoba tersebut telah melibatkan kalangan pelajar. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Eva Fitri, selaku penyuluh muda Diseminasi Informasi Deputi Bidang Pencegahan BNN, jika pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) pernah menjadi pengguna tertinggi di tahun 2013.
Sejatinya, pelajar adalah aset terpenting bagi kemajuan bangsa dan negara. Pelajar ini akan menjadi generasi penerus di masa mendatang. Sehingga, pribadinya harus dibentengi dengan nilai-nilai keagamaan sebagai bentuk pendidikan karakter. Jika saat ini, masih banyak pelajar yang terindikasi sebagai pengguna narkoba. Tentunya diperlukan upaya nyata untuk menyelamatkannya.
Dalam hal ini, tidak terlepas dari peran orangtua selaku penanggungjawab utama terhadap masa depan dan perkembangan anaknya. Tentunya, saling bekerjasama dengan pihak guru di sekolah untuk saling memberikan informasi. Selain itu, pihak pemerintah daerah juga harus menggesitkan program penyuluhan tentang narkoba terhadap masyarakat. Baik masyarakat di lingkungan perkotaan maupun pedesaan.
Begitu pula dengan pemerintah pusat, salah satu direktorat yang baru dibentuk yaitu Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga. Bisa menjadi angin segar dan peluang besar dalam menyelamatkan pelajar dari bahaya narkoba. Pasalnya, direktorat ini memiliki program utama yaitu penanganan perilaku perundungan (bullying), penanganan remaja, penguatan prestasi belajar, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan karakter dan kepribadian, serta pendidikan perilaku destruktif. Yang nantinya akan dikembangkan secara berkelanjutan menuju program pencegahan perdagangan orang, narkoba, dan HIV AIDS agar keluarga Indonesia menjadi lebih kuat.
Terpancar harapan yang begitu besar, jika suatu saat nanti seluruh masyarakat khususnya kalangan pelajar bisa terbebas dari penggunaan narkoba. Dalam hal ini, untuk mewujudkan impian tersebut diperlukan kerjasama yang harmonis dari semua pihak. Menyelamatkan pelajar dari bahaya narkoba, berarti kita sedang menyelamatkan negeri tercinta ini.
Hampir di setiap kesempatan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diselenggarakan tanggal 2 Mei. Selalu disinggung tentang generasi berkualitas atau generasi emas. Suatu generasi yang akan menjalani kehidupannya pada masa “Indonesia Emas”. Masa itu diyakini akan jatuh ketika Indonesia memperingati seabad atau seratus tahun kemekerdekaanya yaitu 2045.
Dengan demikian, generasi emas tersebut adalah seluruh pelajar yang saat ini sedang duduk di bangku SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Sehingga, menjadi suatu keharusan bagi kita semua sebagai guru, orangtua, masyarakat, dan pemerintah untuk bahu membahu menyongsong masa depan gemilang tersebut. Masa depan yang terbebas dari penggunaan narkoba. Semoga... 

Ket: Opini Kabar Priangan, Edisi 12 Mei 2015
Contoh Opini Kabar Priangan: Pentingnya Menjaga Remaja Wanita

Contoh Opini Kabar Priangan: Pentingnya Menjaga Remaja Wanita

(Tulisan ini pernah dimuat di Harian Umum Kabar Priangan, edisi 10 Juni 2015) 
Pentingnya Menjaga Remaja Wanita

Penulis : Dede Taufik, S.Pd. 
Maraknya fenomena prostitusi, sedang menjadi perbincangan di media massa dan berbagai kalangan masyarakat. Saat ini, sebagian remaja wanita secara terang-terangan telah berani menjual harga dirinya kepada para lelaki hidung belang sebagai pemuas nafsu birahi. Dalam menjalankan aksinya, kini dipermudah dengan bantuan teknologi dalam mempromosikan dirinya secara online.
Tata Chubby alias Dedeuh Alfi misalnya, pekerja s3ks komersial (PSK) yang tewas dibunuh oleh teman kencannya. Selain itu, seorang wanita berinisial AA yang diduga sebagai seorang artis yang kini sedang heboh diperbincangkan. Pasalnya, tarif yang dipasang mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Fenomena yang memprihatinkan tersebut, tentu saja harus segera diantisipasi agar tidak memengaruhi terhadap perkembangan remaja wanita lainnya di belahan nusantara. Tak menutup kemungkinan, para remaja wanita akan tergiur oleh kemudahannya dalam mendapatkan uang. Apalagi, di zaman modern sekarang ini mencari pekerjaan tidaklah mudah. Butuh keterampilan yang memadai agar bisa bersaing dengan pelamar kerja lainnya.
Remaja wanita, ke depannya pasti akan menikah dan berumah tangga, serta akan menjadi seorang ibu. Peran ibu berpengaruh besar terhadap perkembangan anak-anaknya di dalam lingkungan keluarga. Seorang ibu, sosok yang kali pertama dikenal oleh anak-anaknya. Mendidik dan mengajarinya dengan penuh kasih sayang dan perhatian merupakan suatu keharusan baginya. Agar anak-anak kelak bisa tumbuh menjadi seseorang yang memiliki kepribadian baik serta menghormati dan menyayangi orangtuanya.
Namun, apa jadinya jika pada diri seorang ibu telah melekat catatan hitam (pernah menjadi PSK) atau pernah berhubungan dengan seorang lelaki layaknya hubungan suami istri. Hingga akhirnya mengalami kehamilan di luar nikah. Tentunya, hal ini akan menjadi petaka ketika mendidik anak-anaknya meskipun didikannya menuju ke arah yang lebih baik. Pasalnya, tak ada satu orangtua pun yang menginginkan anaknya masuk ke jurang hitam seperti yang telah dialaminya ketika masa remaja.
Peribahasa sunda “uyah tara nétés ka luhur” seringkali terlontar dari masyarakat sekelilingnya ketika melihat kelakuan seorang remaja. Dalam hal ini, baik perilaku positif maupun perilaku negatif yang dilakukan oleh seorang remaja. Akan selalu dikaitkan dengan kehidupan orangtuanya pada masa dulu maupun sekarang. Jika perilaku positif yang dilakukan oleh anaknya, tentunya orangtuanya pun akan terbawa positif dan merasa bangga. Namun sebaliknya, jika perilaku yang dilakukannya negatif maka menjadi keniscayaan akan berdampak buruk dan membuat orangtua malu dan kecewa.
Remaja wanita, ibaratnya bagaikan “telur” yang harus dijaga agar tidak pecah. Maksudnya, jika kesuciannya telah terenggut oleh lelaki yang bukan suaminya atau dilakukannya sebelum menikah. Tidak bisa dikembalikan lagi pada keadaan semula, meskipun dilakukan dengan menggunakan bantuan alat canggih sekalipun.
Oleh karena itu, remaja wanita harus selalu dijaga dari segala bentuk perilaku yang menyimpang. Orangtua, memiliki peranan penting untuk menjaga remaja wanita. Tak ada salahnya jika para orangtua memberlakukan aturan yang ketat bagi remaja wanitanya, bahkan nampaknya menjadi suatu keharusan. Aturan tersebut misalkan, tidak memperbolehkan remaja wanitanya berkeluyuran di malam hari. Meskipun bermainnya dengan teman-teman wanita juga, apalagi jika keluarnya dengan lelaki yang seluk-beluk keluarganya belum dikenal.
Di era modern sekarang ini, tak dapat dimungkiri kita bisa dengan mudahnya menemukan remaja wanita yang sedang berkeluyuran di malam hari. Baik itu di sekitar lokasi penongkrongan, tempat hiburan, atau sedang dibonceng oleh lelaki di jalanan. Miris memang ketika melihatnya, tetapi itulah kondisi yang bisa kita temukan. Terkadang suka berfikir, apakah orangtuanya mengetahui akan semua itu. Ataukah orangtuanya sengaja memberikan ijin terhadap remaja wanitanya untuk berkeluyuran di malam hari? Entahlah.
Yang pasti, kata “gaul” dijadikan sebagai alasan kenapa mereka berkumpul dan berkuluyuran di malam hari. Demi dikatakan anak gaul oleh teman-temannya, tak menutup kemungkinan para remaja saat ini melakukan perlawanan ketika mendapat larangan untuk bergaul. Selain itu, beribu-ribu alasan juga dikeluarkan untuk meyakinkan para orangtuanya agar bisa memberikan ijin untuk bisa keluar malam.
Apapun itu alasannya, disarankan bagi orangtua agar jangan langsung percaya kepada apa yang dikatakan oleh anaknya. Sebaiknya, terlebih dahulu mengecek kebenarannya terhadap teman-teman dekatnya. Lebih baik lagi, jika remaja wanita diantar langsung ke tempat acara yang dimaksud agar bisa terpantau apakah kegiatan yang dilakukannya positif atau tidak.
Ungkapan yang bisa dijadikan sebagai pegangan oleh para orangtua adalah “lebih baik mencegah daripada mengobati”. Jangan sampai terjadi penyesalan di kemudian hari karena perilaku yang tidak diinginkan menimpa anaknya. Jika hal itu terjadi, maka penyesalan akan datang dan masyarakat di sekitarnya akan memandang negatif, bahkan mencemoohkan.
Upaya lain yang bisa dilakukan untuk menjaga remaja wanita dari segala bentuk tindakan yang tidak diinginkan, yaitu membelikan dan menyuruh untuk mengenakan pakaian yang pantas. Artinya, pakaian yang bisa menutup aurat bukan pakaian yang mengumbar atau memperlihatkan aurat dan menjadi pusat perhatian bagi orang-orang di sekelilingnya. Secara tegasnya, remaja wanita diperkenankan untuk mengenakan pakaian jilbab (muslimah).
Apalagi di Kota Tasikmalaya, Kota yang sempat dikenal dengan julukan Kota Santri. Sudah sepantasnya, jika remaja wanita maupun para ibu yang beragama Islam untuk mengenakan pakaian jilbab saat keluar rumah. Pakaian yang bisa menjaga dirinya dari godaan-godaan atau perilaku di sekitarnya yang bisa membahayakan. Lebih hebatnya lagi, jika pemerintah Kota Tasikmalaya bisa mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang pengaturan berpakaian yang pantas bagi masyarakatnya, khususnya bagi kalangan wanita.
Dalam hal ini, bukan maksud untuk membatasi hak asasi manusia (HAM) dalam berpakaian. Melainkan, demi menjaga masa depan bangsa yang bermartabat dan berakhlak mulia. Remaja wanita merupakan cikal bakal sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi kemajuan bangsa ke depannya. Perilaku remaja wanita saat ini, bisa dijadikan sebagai cerminan perilaku-perilaku pada generasi yang akan datang. Dengan begitu, marilah bersama-sama menjaga remaja wanita demi terciptanya suatu generasi yang lebih baik dan bermartabat di masa mendatang. Semoga...
Contoh Opini Kabar Priangan: Kemajuan Teknologi dalam Memajukan Pendidikan

Contoh Opini Kabar Priangan: Kemajuan Teknologi dalam Memajukan Pendidikan

(Tulisan ini pernah dimuat di Harian Umum Kabar Priangan, edisi 26 Agustus 2015)

Penulis : Dede Taufik, S.Pd.
Dewasa ini, kemajuan teknologi tak bisa disangkal lagi. Tujuan utama teknologi adalah untuk mempermudah pekerjaan manusia, termasuk dalam dunia pendidikan. Berbagai media sosial muncul seiring dengan terus berkembangnya teknologi di dunia ini, Seperti facebook, twitter, blog, balckberry messenger (BBM), Path dan sejenisnya. Semua itu bisa terhubung, berkat adanya jaringan internet yang semakin diperluas oleh pemerintah dan perusahaan terkait.
Suatu keniscayaan, apabila pendidikan melakukan sinergitas dengan kemajuan teknologi saat ini. Proses pembelajaran di dalam kelas bisa terwujud lebih kreatif dan komunikatif antara guru dengan siswa. Penggunaan Microsoft Office PowerPoint (sebuah program dalam komputer yang dipergunakan untuk presentasi) misalnya, akan lebih menarik perhatian siswa dalam mengikuti pembelajaran. Apalagi, jika materi yang disusun pada program tersebut dilengkapi gambar-gambar. Hal ini, membuat siswa lebih fokus dibandingkan hanya lewat tulisan-tulisan guru di papan tulis.
Namun, meskipun tujuan utama dari terciptanya teknologi adalah untuk mempemudah pekerjaan manusia. Tidak menutup kemungkinan, malah terjadi sebaliknya yaitu menyulitkan. Hal ini, dikarenakan manusianya sendiri tidak menguasai teknologi tersebut, tak terkecuali guru. Berdasarkan sepengetahuan penulis, masih banyak guru yang mengalami kesulitan dalam mengoperasikan perangkat komputer atau leptop, terutama guru-guru senior.
Oleh karena itu, perlu adanya suatu pelatihan dan bimbingan khusus penguasaan teknologi bagi guru. Tentunya, melalui program yang diselenggarakan oleh pemerintah dan dinas terkait yang bertugas menaungi para guru. Setelah itu, barulah dilakukan pelatihan dan bimbingan antarteman sejawat. Artinya, guru yang telah menguasai komputer diharapkan mengajarkan kembali kepada guru yang belum menguasai. Pasalnya, komputer atau leptop adalah perangkat pertama yang terlebih dahulu perlu dikuasai oleh seseorang (guru). Baru kemudian, bisa melanjutkan terhadap perkembangan teknologi berikutnya.
Perkembangan teknologi berikutnya yang dimaksud adalah internet. Saat ini, pemerintah dan perusahaan terkait sedang terus memperluas jaringan internet ke seluruh wilayah nusantara. Tujuannya, agar seluruh masyarakat dapat melek internet sehingga mereka menyadari betapa banyaknya manfaat dari keberadaan internet. Namun sangat disayangkan, selama ini tak sedikit informasi yang sampai ke masyarakat awam adalah informasi yang berbau negatif tentang penyalahgunaan internet. Seperti, pencemaran nama baik yang dilakukan di media sosial, perkenalan di media sosial berujung pada penculikan dan penganiayaan, serta informasi-informasi berbau pornografi dan pornoaksi.
Padahal, berkat adanya jaringan internet tidak sedikit orang-orang yang menemukan kesuksesan. Seperti halnya Mark Zuckerberg (pendiri facebook), menurut majalah Forbes merupakan orang kaya termuda di dunia. Dalam hal ini, orang-orang yang mampu memanfaatkan fasilitas internet dengan baik disertai ilmu penunjangnya. Bisa menjadi peluang besar untuk mencapai visi dan misi yang dikehendakinya. Tentunya, hal tersebut juga berlaku dalam dunia pendidikan terutama bagi guru untuk mengamalkan ilmu dan pengetahuannya.
Pada dasarnya, guru merupakan seseorang yang bekerja secara profesional dan termasuk salah satu kaum intelektual. Banyak hal pengetahuan dan pengalaman guru yang bisa dibagikan kepada masyarakat luas dan atau guru itu sendiri sebagai sesuatu yang bisa menginspirasi. Sebagai contoh misalnya, di salah satu sekolah terdapat guru yang mengalami kesulitan dalam mengelola pembelajaran secara efektif dikarenakan karakter seluruh siswanya istimewa (tidak bisa diam dan selalu berisik). Guru tersebut sangat membutuhkan rujukan tentang penggunaan strategi pembelajaran yang tepat dalam menghadapi kondisi siswa tersebut. Pasalnya, strategi yang selama ini dikuasai dan diterapkan oleh guru tersebut tidak (kurang) sesuai sehingga proses pembelajaran tidak bermakna.
Kondisi serupa memiliki siswa berkarakter istimewa juga dialami oleh sekolah lain misalnya. Namun bedanya, di sekolah itu gurunya mampu mengkondisikan dan menjadikan pembelajaran lebih bermakna dan terkesan interaktif antara guru dengan siswa. Strategi pembelajaran yang dilakukannya tentu berbeda karena dipandang telah sesuai untuk dipergunakan bagi kondisi siswa berkarakter istimewa.
Tentunya dengan melihat kasus di atas, kedua sekolah tersebut memiliki kasus serupa tetapi strategi pembelajarannya berbeda. Sehingga, strategi yang tepat tersebut perlu dibagikan kepada guru lainnya sebagai rujukan. Dalam hal ini, ada dua langkah yang bisa dilakukan. Pertama, melalui pendidikan dan latihan (diklat) dan kedua, melalui pemanfaatan kemajuan teknologi.
Pada langkah pertama, biasanya seringkali dilakukan di berbagai daerah dengan tema peningkatan kualitas profesi guru. Namun pelaksanaannya serba terbatas, hanya mencakup guru-guru yang saat itu mengikuti diklat saja. Sementara, langkah yang kedua dipandang masih jarang yang melakukannya. Padahal, penulis sendiri beranggapan apabila penyebaran ilmu dan pengetahuan dari guru tersebut dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi seperti fasilitas internet. Manfaatnya, bisa dinikmati oleh seluruh guru di wilayah nusantara tanpa adanya keterbatasan kecuali jaringan internet itu sendiri.
Sebuah blog atau facebook misalnya, bisa dijadikan sebagai wahana untuk menyimpan dan menyebarluaskan berbagai ilmu dan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang guru. Tak perlu menggunakan sebuah blog yang berbayar untuk saling berbagi, pasalnya penyedia blog gratisan pun bisa dengan mudah kita manfaatkan. Lebih hebatnya lagi, apabila ilmu dan pengetahuan itu disebarkan pula melalui video seperti halnya video strategi pembelajaran untuk siswa berkarakter istimewa. Hal ini, akan lebih memberikan gambaran yang tepat bagi guru yang sedang memerlukan rujukan.
Sesungguhnya, perkembangan teknologi yang semakin maju bisa menjadi peluang bagi dunia pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan mencapai tujuan pendidikan nasional, yang telah diamanatkan dalam UUD 1945 dan UU Nomor 20 Tahun 2003. Dalam hal ini, pemerintah harus berani menganggarkan biaya yang besar bagi pendidikan melalui Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pemanfaatannya jelas, yaitu mensinergikan antara kemajuan teknologi dan kepentingan pendidikan. Dengan memfasilitasi sarana dan prasarana sebagai penunjangnya.
Selain itu, pemerintah juga bisa melakukan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang ada di daerahnya. Membuat sebuah aturan pemerintah daerah (Pemda) yang isinya mewajibkan seluruh perusahaan untuk turut serta peduli pada pendidikan. Tentunya, disesuaikan pula dengan besar kecilnya penghasilan dari perusahaan itu sendiri. Dengan begitu, akan memperingan beban anggaran pemerintah pusat. Sehingga, sinergitas antara kemajuan teknologi dan pendidikan bisa berjalan dengan baik, serta bisa dilakukan dengan segera untuk menuju kualitas pendidikan Indonesia lebih baik. Semoga...